Search This Blog

 photo fix7_zps4b6e66ce.jpg'/>

Putra Batak

Manusia dinilai sisi intelektual dan spiritualnya, bukan citra.

 photo fix2_zps38b4d4c0.jpg'/>

Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Tidak taukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa roh Allah diam di dalam kamu??

 photo fix4_zps3016215f.jpg'/>

Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Timbangan dan Neraca yang betul adalah kepunyaan Tuhan, segala batu timbangan di dalam pundi-pundi adalah buatan-Nya.

 photo fix0_zpsf457a364.jpg'/>

Pelajar SMAN 03 MANDAU DURI-RIAU 2008

Iman,Pengharapan dan Kasih, dan yang paling besar adalah Kasih.

 photo fix1_zpsb819c16f.jpg'/>

Gunung merupakan wadah yang paling ideal untuk kita refleksi diri

Alam tidak akan pernah berbohong, pepohonan berwarna hijau ketika dia senang, banjir dan gejala alam akan datang ketika dia tidak senang.

Friday, December 4, 2015

Kehendak Mengonsumsi Menerormu!!!



Korporasi-korporasi telah menghancurkan lingkungan, memusnahkan jutaan spesies tumbuhan dan hewan, meracuni lautan, sungai dan danau. Membuang polusi ke udara, mengisi atmosfer dengan karbon dioksida dan gas-gas beracun. Menghancurkan lapisan ozon, menghabiskan cadangan minyak, batu bara dan gas, serta sumberdaya mineral yang kaya. Memusnahkan hutan-hutan kita dan menghancurkan apa yang mereka miliki. Jadi, apa yang tersisa bagi kita?? Keterbelakangan, kemiskinan, ketergantungan, hutang, ketidakpastian.

Bagi masyrakat-masyarakat maju masalahnya bukanlah pertumbuhan, melainkan distribusi. Bukan hanya di antara mereka sendiri, melainkan di antara setiap orang. Pengembangan yang berkelanjutan adalah sesuatu yang tak mungkin tanpa distribusi yang lebih adil di antara semua bangsa. Lagipula manusia adalah sebuah keluarga besar, semua berbagi jalur hidup yang sama.

Melihat krisis dahsyat dewasa ini, kita menghadapi masa depan yang sangat buruk, yang tak akan mampu kita selesaikan dimana tragedi ekonomi, sosial, dan ekologis dunia semakin tak terkendali. Sesuatu harus dilakukan untuk menyelamatkan kemanusiaan. Sebuah dunia yang lebih baik itu mungkin!
***
Kehidupan konsumtif bukanlah sebuah hidup yang memuaskan. Kehendak mengonsumsi menerormu. Kita diteror agar menjadi konsumen. Kita memiliki kebebasan untuk memilih antara merk A dan merk B dan merk C. Mungkin itulah artinya kebebasan. Ya, kupikir sudah terlalu berlebihan untuk terus bekerja secara konstan dan mengonsumsi secara konstan. Ini kegilaan!! Hal ini menghancurkan segalanya dan karenanya hal ini harus dilenyapkan.

Aku tak melihat alasan mengapa hal ini harus dilestarikan. Aku tak melihat alasan yang sehat dan bernilai untuk meneruskan sistem ini. Untuk mendapatkan semua benda yang ada disekitar kita adalah sebuah paksaan. Orang-orang dipaksa untuk bekerja, dipaksa untuk berada di pertambangan dan di roda berjalan. Tanpa hal-hal tersebut kita tidak akan memiliki benda apapun. Tidak akan memiliki sebuah dunia material yang selalu kita kejar sepanjang hidup kita. Kupikir tak seorang pun benar-benar menginginkannya, tetapi ada sebuah dorongan yang membuat kita terus melakukannya. Hal tersebut harus dihentikan, hal tersebut harus dihancurkan.
Kamu berjalan di jalanan sehingga mudah diserang oleh racun dari iklan-iklan, yang menanam bibit-bibit fantasi, ilusi, dan hasrat untuk mengonsumsi yang tak mungkin terpuaskan. Kehendak mengonsumsi menerormu!!

Kupikir semua orang di dunia kini dapat merasakan kekuasaan dari korporasi-korporasi multinasional besar, yang sesungguhnya mulai mengatur dunia. Korporasi-korporasi multinasional besar tersebut menghabiskan 400 milyar dolar setahun, berusaha menjual pada kita makanan cepat saji, pakaian, ponsel dan mobil, lantas tentu saja hal tersebut memiliki dampak yang besar atas kita.

Tayangan iklan di TV 30 detik adalah sebuah bentuk komunikasi paling dahsyat yang pernah manusia alami. Kau.. duduk di kursimu! Pasif, tak memiliki apa pun untuk diutarakan. Dan di luar sana mereka yang cerdas membuat tayangan-tayangan TV dan iklan yang fantastis. Mereka adalah para produsen informasi dan makna. Kau adalah konsumen pasif dari makna tersebut. Dan makna tersebut tidak selalu baik, hal tersebut hanya propaganda bagi budaya konsumen. Kau kira kebahagiaan adalah berarti membeli lebih banyak dan makin banyak, khususnya saat perayaan hari-hari besar seperti Natal, Hari Raya?? Kita berjalan-jalan keluar, ke mall..dan benar-benar membeli sesuatu.

Orang-orang diberitahu bahwa masa depan teknologi modern menguatkan mereka, saling mendekatkan, memberi mereka akses pada keragaman. Kita pernah diberitahu bahwa teknologi akan membebaskan manusia dan mereka tak perlu banyak bekerja. Aku telah bepergian kemana-mana dan aku berulang kali mendengar orang-orang terus berkata: aku memiliki baju mewah, aku memiliki ponsel, aku memiliki motor, aku memiliki mobil…aku sama sekali tak dapat lepas dari kerja. Manusia terikat pada elektronik dengan seluruh perangkat baru. Mereka semakin tak dapat terpisah dari kerja dan teknologi.

Bagaimana perusahaan mendukung Bluetooth, bagaimana perusahaan mendukung 3G,.. sekarang menjadi mungkin untuk tetap berada di rumah sekaligus bekerja, melakukan konferensi tatap muka melalui video bersama rekan-rekan kerjamu. Mereka pikir komputer akan menjadi alat terbaik untuk membuat manusia saling bersosialisasi. Mereka pikir ini adalah alat yang dapat mempersatukan manusia, bukannya mengisolasi mereka. Teknologi modern mengutamakan jarak dibanding kedekatan, efisiensi dibanding keberagaman. Membuat manusia berada dalam ban berjalan, untuk secara konstan bekerja dan secara konstan mengonsumsi. Ini adalah kegilaan!! Hal tersebut menghancurkan segalanya dan karenanya harus disingkirkan.

Ekonomi global dewasa ini adalah kasino raksasa! Kupikir semua orang di dunia kini dapat merasakan kekuasaan dari korporasi-korporasi multinasional besar. Banyak dari perusahaan-perusahaan tersebut jauh lebih berkuasa bahkan dibanding dengan pemerintahan.

Korporasi multinasional menjadi dunia pertama, mereka adalah 20 persen dari seluruh manusia di dunia, tetapi mereka mengonsumsi 80 persen sumber daya dunia. Tingkat konsumsi ini jelas tidak berkesinambungan, apabila mereka terus mengonsumsi dalam jumlah ini, maka pada akhirnya mereka akan menabrak tembok. Akan hadir era mengerikan yang membutuhkan berabad-abad bagi planet ini untuk dapat sembuh, akan terjadi sebuah keruntuhan ekonomi global (global economic collapse).

Sebuah eksistensi yang nyaman, sebuah karir, semua janji-janji akan kemakmuran material cenderung hampa. Tak banyak orang yang sungguh memahami kehampaan tersebut, dan batas-batas pemenuhan dan kebebasan. Sebaliknya mereka tak akan melakukannya, mereka akan berkata: aku akan mendapatkan pekerjaan dan berbahagia. Baiklah, siapa sebenarnya yang bahagia??

Ketika orang-orang pergi keluar dan berusaha memprotes atau melakukan sesuatu? Hal tersebut bukanlah kekerasan tanpa otak. Tanpa otak adalah ketika duduk disini, menonton TV, lalu kau mendapatkan pekerjaan dan melupakan segalanya. Bagiku itulah kekerasan.

Orang-orang paham bahwa sebagai bagian dari sistem global, sebagai bagian dari sesuatu bentuk yang merayap, terstandarkan, destruktif, yang menyapu semua perbedaan, semua kebebasan.

Kadang aku merindukan kehidupan dunia baru yang sederhana. Dalam dunia baru ini, orang-orang akan kembali pada kultur mereka lagi. Orang-orang akan memiliki sejumlah nilai-nilai baru, akan terdapat pergeseran paradigma. Sebuah pergeseran pemikiran global, dimana orang-orang akan berkata: aku tak ingin mobil mewah, aku tak ingin ponsel mewah, aku tak ingin memakai jeans Diesel apapun. Dimana orang-orang akan berkata: aku ingin menjalani hidup sederhana dan memuaskan.

KONSUMSI HANYA APA YANG PENTING!!

From John zerzan

Monday, November 9, 2015

"Kondisi Dilematis Mahasiswa"



Hidup ini selalu dihiasi dengan pilihan. Setiap pilihan yang kita putuskan akan berdampak positif atau negatif terhadap tujuan yang kita inginkan. Sehingga dibutuhkan suatu perencanaan dan pertimbangan yang matang sebelum menetapkan suatu keputusan. Katakana saja setiap hari kita harus memikirkan dan merencanakan apa yang akan kita lakukan esok, lusa dan seterusnya.
 Menjadi mahasiswa juga merupakan suatu pilihan. Ketika duduk dibangku sekolah kita dihadapkan pada banyak pilihan, apakah lanjut ke pendidikan tinggi, menjadi buruh, atau sesuatu yang lain. Namun, dengan memilih menjadi mahasiswa ternyata malah memperpanjang daftar pilihan yang harus kita pikirkan baik-baik. Menjadi mahasiswa kita diberi amanah dengan mengemban status “maha”, yang artinya status, karakter, peran, fungsi dan tanggung jawab kita pun bertambah. Setiap pribadi mahasiswa memiliki berbagai lakon yang harus dijalani. Tak jarang kita dihadapkan pada kondisi yang dilematis bahkan menghadirkan banyak konflik dalam diri kita sendiri.

Sebagai seorang individu kita memiliki cita-cita, harapan masa depan dan kebebasan untuk menjadi apa saja yang diinginkan. Namun, berbeda ketika kita berperan sebagai seorang anak yang mempunyai tanggungjawab terhadap orang tua untuk berbakti dan membahagiakannya. Orang tua memiliki harapan besar pada kita, contohnya keinginan orang tua untuk melihat anaknya cepat menyelesaikan studinya, cepat mendapatkan pekerjaan, cepat mendapatkan financial yang layak, untuk kehidupan yang lebih layak. 

Berbeda juga dalam kehidupan bermasyarakat, kita dihadapkan pada tanggungjawab intelektualitas. Kita mengemban peran untuk melaksanakan fungsi agent of change, social of control dan moral force yang senantiasa mengawasi jalannya roda kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita dihadapkan pada realitas kebangsaan dimana ketertindasan rakyat dan ketidakadilan masih saja terjadi. 

Seringkali lakon yang harus dijalani baik sebagai individu, sebagai anggota keluarga (anak) dan sebagai anggota masyarakat harus berbenturan. Kita dihadapkan pada pilihan tentang lakon apa yang harus kita prioritaskan untuk dijalani. Apakah kepentingan kita sebagai individu?? Atau kepentingan keluarga yang memiliki harapan besar pada kita?? Ataukah kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara ini??

Lakon yang dijalani mahasiswa memang sangat kompleks, namun bukan berarti membuat kita justru pesimis, membuat kita takut dalam bergerak. Rumit memang, namun bukan untuk dipersalahkan. Kita hanya perlu mengelola kondisi kemahasiswaan kita menjadi sebuah semangat, optimisme untuk memberikan bunga-bunga yang lebih indah lagi ditiap dinding kehidupan kita.

Sunday, November 8, 2015

"Kampus --> Mahasiswa Ideal"



“Ketika aku muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia. Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah. Maka cita-cita itu pun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku, namun tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan semangat yang masih tersisa kuputuskan untuk hanya mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku tapi celakanya, mereka pun tidak mau dirubah dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang tiba-tiba kusadari. Andaikan yang pertama-tama ku ubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku pun mampu mengubah negeriku. Kemudian siapa tahu, aku pun bahkan bisa mengubah dunia”. Kalimat tersebut adalah kalimat yang pernah diutarakan Elmir Amien, seorang Bishop Anglikan. Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno, saat ia muda juga mengatakan “Dan jikalau kita semua insyaf, bahwa dalam percerai-beraian itu letaknya benih perbudakan kita; jikalau kita semua insyaf, bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya ‘via dolorosa’; jikalau kita semua insyaf, bahwa Roh Rakyat Kita masih penuh kekuatan untuk menjujung diri menuju Sinar yang Satu yang berada di tengah-tengah kegelapan-gumpita yang mengelilingi kita ini,-- maka pastilah Persatuan itu terjadi, dan pastilah Sinar itu tercapai juga. Sebab Sinar itu dekat!”
Kalimat dua tokoh di atas adalah kalimat yang memiliki makna mendalam yang hendaknya menjadi inspirasi bagi setiap orang bangsa ini khususnya civitas akademika kampus untuk membangkitkan kembali Indonesia dari keterpurukan dan krisis multidimensional yang berkepanjangan. Sudah saatnya bangsa Indonesia menumbuhkembangkan kembali segala potensi yang keberadaanya semakin terpuruk.
 Perguruan Tinggi (PT) yang senantiasa menjunjung tinggi pancasila sebagai suatu dasar gerak dalam mengarungi bahtera pendidikan tentunya akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang tidak lain adalah cita-cita pendidikan bangsa ini. Permasalahan hari ini yang hadir di berbagai kampus adalah kurangnya implementasi-implementasi dari konsep cerdas yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Namun, kondisi kemahasiswaan  hari ini jauh dari harapan-harapan bambu runcing yang memerdekakan bangsa ini.
Mahasiswa adalah generasi yang paling riil untuk melanjutkan tonggak estafet pembangunan bangsa Indonesia ke arah yang lebih sejahtera dan bermartabat. Oleh karena itu kita membutuhkan sosok mahasiswa ideal yang memiliki jiwa loyalitas, integritas, dan kapabilitas yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya, bukan sosok mahasiswa karbitan dengan pemikiran yang serba instan dan jiwa yang kerdil. Untuk melahirkan mahasiswa ideal, tentunya harus ditopang dengan akhlak, moral yang baik, tingkat ilmu pengetahuan, wawasan, pola pikir, serta nilai pengabdian yang tinggi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi ditengah masyarakat.
 Kampus sebagai salah satu institusi pendidikan bertanggung jawab untuk mewujudkan manusia ideal yang dicita-citakan bangsa ini. Kerjasama seluruh civitas akademika kampus baik pihak birokrasi maupun lembaga kemahasiswaan berperan penting dalam melahirkan mahasiswa ideal. Sehingga  diperlukan suatu usaha sadar dan terus menerus dalam menyiapkan mahasiswa dalam suatu sistem pendidikan/pengkaderan yang terencana, terarah, terpadu, bertingkat dan berkesinambungan. Dengan demikian diharapkan terbentuknya mahasiswa yang memiliki kompetensi yang dicita-citakan.

Friday, November 6, 2015

"OPKL; Momentum yang Terlupakan"



 HIMATEPA UH sebagai lembaga kemahasiswaan yang berorientasi pada pengkaderan mempunyai fase pertumbuhan yang fluktuatif. Fase pertumbuhan yang baik adalah ketika lembaga kemahasiswaan menampilkan suasana keaktifan yang ditandai dengan berjalannya roda kelembagaan. Namun, bagaimana ketika HIMATEPA UH dihadapkan pada kondisi fase pasif?? Tentu ini tidak ingin diharapkan. Untuk mengurangi kadar fase pasif tersebut, salah satu solusi alternatif nya adalah dibutuhkan suatu “momentum”. Yah, momentum untuk menggerakkan kembali roda kelembagaan, momentum yang mampu menggerakkan massa teknologi pertanian untuk kita sama-sama bergerak. Untuk HIMATEPA UH, saya melihat “OPKL” memiliki peran besar sebagai suatu momentum yang mampu menggairahkan kembali roda kelembagaan. OPKL mampu menggerakkan seluruh elemen massa teknologi pertanian, baik anggota muda, anggota biasa, anggota istimewa bahkan anggota luar biasa. Seluruh anggota memberikan sumbangsih yang luar biasa, baik pemikiran, tenaga, bahkan materi. OPKL mewadahi seluruh anggota tekpert untuk duduk bersama memproyeksikan HIMATEPA kedepan. OPKL mampu membangun kebersamaan anggota tekpert. OPKL mampu meningkatkan ikatan emosional anggota tekpert yang dipayungi oleh semangat ke-tekpert-an yang terbahasakan oleh nilai-nilai kaderisasi yang tertanam, senantiasa tumbuh dan berkembang  dalam hati nurani mahasiswa tekpert.
 Fakta lain bahwa OPKL sebagai suatu momentum HIMATEPA UH adalah, selain mampu menggerakkan massa mulai dari pra-kegiatan, hari H-kegiatan, hingga pasca-kegiatan adalah efek sekunder dan efek tersier yang dipertontonkan setiap anggota pasca OPKL yang berimplikasi pada pemunculan tanda-tanda kehidupan lembaga. Tanda-tanda kehidupan yang menjadikan setiap anggota menemukan jati dirinya sebagai orang yang diserahi amanah untuk memikirkan dan melayani orang-orang disekitar. Tanda-tanda kehidupan yang mampu menggairahkan kembali potensi-potensi terpendam dalam diri seluruh anggota. Gairah yang menebarkan warna dinamis dan kreativitas yang kemudian mampu menjadi motivator untuk kita berkarya  dalam lingkaran Teknologi Pertanian Unhas.