“Ketika aku muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi
ingin mengubah dunia. Seiring
dengan bertambahnya usia dan
kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah. Maka cita-cita itu pun
agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku, namun
tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya.
Ketika usiaku semakin senja,
dengan semangat yang masih tersisa kuputuskan untuk hanya mengubah keluargaku,
orang-orang yang paling dekat denganku tapi celakanya, mereka pun tidak mau dirubah dan kini, sementara
aku berbaring saat ajal menjelang tiba-tiba
kusadari. Andaikan yang pertama-tama ku
ubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan
mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku pun mampu mengubah
negeriku. Kemudian siapa tahu, aku pun bahkan bisa mengubah dunia”. Kalimat tersebut adalah
kalimat yang pernah diutarakan Elmir Amien, seorang Bishop Anglikan. Presiden
Republik Indonesia pertama, Soekarno, saat ia muda juga mengatakan “Dan jikalau kita
semua insyaf, bahwa dalam percerai-beraian itu letaknya benih perbudakan kita;
jikalau kita semua insyaf, bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya
‘via dolorosa’; jikalau kita semua insyaf, bahwa Roh Rakyat Kita masih penuh
kekuatan untuk menjujung diri menuju Sinar yang Satu yang berada di
tengah-tengah kegelapan-gumpita yang mengelilingi kita ini,-- maka pastilah
Persatuan itu terjadi, dan pastilah Sinar itu tercapai juga. Sebab Sinar itu
dekat!”
Kalimat dua tokoh di atas adalah kalimat yang
memiliki makna mendalam yang hendaknya menjadi inspirasi bagi setiap orang
bangsa ini khususnya civitas akademika kampus untuk membangkitkan kembali Indonesia dari keterpurukan dan krisis
multidimensional yang berkepanjangan. Sudah saatnya bangsa Indonesia
menumbuhkembangkan kembali segala potensi yang keberadaanya semakin terpuruk.
Perguruan Tinggi (PT) yang senantiasa menjunjung
tinggi pancasila sebagai suatu dasar gerak dalam mengarungi bahtera pendidikan
tentunya akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas dan menjadi manusia
Indonesia seutuhnya yang tidak lain adalah cita-cita pendidikan bangsa ini. Permasalahan
hari ini yang hadir di berbagai kampus adalah kurangnya
implementasi-implementasi dari konsep cerdas yang tertuang dalam Undang-Undang
Dasar 1945. Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” Namun, kondisi kemahasiswaan hari ini jauh dari
harapan-harapan bambu runcing yang memerdekakan bangsa ini.
Mahasiswa adalah generasi yang paling riil untuk
melanjutkan tonggak estafet pembangunan bangsa Indonesia ke arah yang lebih
sejahtera dan bermartabat. Oleh karena itu kita membutuhkan sosok mahasiswa ideal
yang memiliki jiwa loyalitas, integritas, dan kapabilitas yang tinggi terhadap
bangsa dan negaranya, bukan sosok mahasiswa karbitan dengan pemikiran yang
serba instan dan jiwa yang kerdil. Untuk melahirkan mahasiswa ideal, tentunya
harus ditopang dengan akhlak, moral yang baik, tingkat ilmu pengetahuan,
wawasan, pola pikir, serta nilai pengabdian yang tinggi terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi ditengah masyarakat.
Kampus sebagai salah satu institusi pendidikan bertanggung jawab untuk mewujudkan manusia ideal yang dicita-citakan bangsa ini. Kerjasama seluruh civitas akademika kampus baik pihak birokrasi maupun lembaga kemahasiswaan berperan
penting dalam melahirkan mahasiswa ideal. Sehingga diperlukan suatu usaha sadar dan terus
menerus dalam menyiapkan mahasiswa dalam suatu sistem pendidikan/pengkaderan yang terencana,
terarah, terpadu, bertingkat dan berkesinambungan. Dengan demikian diharapkan
terbentuknya mahasiswa yang memiliki kompetensi yang dicita-citakan.
0 comments:
Post a Comment