Search This Blog

 photo fix7_zps4b6e66ce.jpg'/>

Putra Batak

Manusia dinilai sisi intelektual dan spiritualnya, bukan citra.

 photo fix2_zps38b4d4c0.jpg'/>

Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Tidak taukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa roh Allah diam di dalam kamu??

 photo fix4_zps3016215f.jpg'/>

Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Timbangan dan Neraca yang betul adalah kepunyaan Tuhan, segala batu timbangan di dalam pundi-pundi adalah buatan-Nya.

 photo fix0_zpsf457a364.jpg'/>

Pelajar SMAN 03 MANDAU DURI-RIAU 2008

Iman,Pengharapan dan Kasih, dan yang paling besar adalah Kasih.

 photo fix1_zpsb819c16f.jpg'/>

Gunung merupakan wadah yang paling ideal untuk kita refleksi diri

Alam tidak akan pernah berbohong, pepohonan berwarna hijau ketika dia senang, banjir dan gejala alam akan datang ketika dia tidak senang.

Monday, April 21, 2014

FEMINISME KRISTEN



Dominasi kaum pria terhadap wanita telah berlangsung secara mengglobal jauh sebelum era globalisasi, menggoreskan luka yang dalam di hati banyak wanita. Wanita dianggap hanya bisa dan boleh tahu urusan dapur, anak dan rumah tangga. Kalaupun mereka boleh membaca, maka jenis bacaan yang “halal” bagi mereka hanyalah roman picisan atau komik bergambar. Pandangan yang merendahkan wanita bukan hanya ada diluar ke kristenan. Di dalam gereja sendiri, tragisnya, sering kali wanita dipandang sebagai harta milik, objek, polusi yang membahayakan, dan yang paling keras adalah wanita dinilai tidak mampu menjadi gambar Allah sehingga mereka dilarang untuk menjadi pemimpin, pengkhotbah dan pengajar dalam ibadah pelayan di gereja.
Paulus dalam surat-suratnya pun seolah-olah “mengonfirmasi” status dan peran wanita dalam gereja, misalnya di 1 Korintus 14:34-35 dan 1 Timotius 2:12-16. Pada kedua bagian tersebut Paulus melarang wanita berbicara dan mengajar dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Bahkan secara tegas ia menulis bahwa Hawa-lah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. Sikap Paulus tersebut sangat mempengaruhi cara gereja memperlakukan wanita. Selain oleh ayat-ayat tersebut, cara bapak-bapak gereja memperlakukan wanita juga banyak dipengaruhi oleh ajaran Yunani dan Talmud. Menurut William Barclay, pandangan orang Yahudi yang merendahkan wanita nampak dalam doa pagi pria Yahudi yang terdapat dalam Talmud. Di dalam doanya setiap pagi seorang Yahudi bersyukur karena Tuhan tidak menciptakannya sebagai seorang kafir, budak, atau wanita. Wanita pada masa itu dianggap rendah dan berada di bawah dominasi pria. Keadaan ini terus berlanjut selama berabad-abad tanpa ada perubahan.
Tidak heran jika timbul berbagai reaksi dari kaum wanita, mulai dari sekedar yang memendam rasa tidak puas hingga yang berani bersuara, bahkan yang lebih ekstrem, memberontak terhadap tatanan yang telah berurat berakar di masyarakat. Tidak heran pula jika di berbagai penjuru dunia kita akan menemukan gerakan kaum wanita yang dikenal dengan istilah “feminisme,” suatu gerakan yang dilandasi oleh kesadaran kaum wanita bahwa mereka adalah makhluk yang Tuhan ciptakan sederajat dengan pria.
Pengaruh gerakan ini juga merambah ke dalam dunia teologi abad dua puluh. Pada paruh kedua tahun 1960-an, teolog-teolog wanita dan mahasiswi sekolah teologi telah mengembangkan satu genre baru dalam pemikiran Kristen kontemporer yang dikenal sebagai teologi feminis. Teologi ini memiliki sprektrum yang luas dan terus berkembang sehingga kalau kita berbicara tentang teologi feminis Kristen, harus jelas teologi feminis Kristen yang mana, liberal, radikal atau evangelikal, karena masing-masing memiliki arah atau penekanan yang berbeda. Perbedaan yang cukup mencolok dari ketiga tipe tersebut adalah pandangan mereka terhadap Alkitab; feminis evangelikal mengklaim bahwa mereka percaya bahwa Alkitab adalah firman yang diinspirasikan Allah dan Alkitab adalah sumber teologi mereka, sedangkan yang liberal dan radikal tidak mengklaim bahwa mereka percaya Alkitab sebagai firman yang diinspirasikan Allah. Teologis feminis Kristen diwakili oleh Rosemary Radford Ruether, Letty M, Russell dan Elizabeth Schussler Fiorenza.
Pada abad pertengahan kaum wanita mulai menyadari bahwa mereka dimarginalkan dalam urusan gereja dan masyarakat; kesempatan yang mereka miliki sangat terbatas dan tempat yang tersedia bagi mereka hanyalah dalam rumah tangga. Kesadaran akan keadaan ini mulai membawa sedikit angin perubahan. Sejumlah wanita tampil sebagai penulis-penulis spiritual dan mistik pada masa ini. Beberapa karya tulis mereka menunjukkan adanya pengertian yang mendalam tentang isu-isu filsafat. Hanya, karya tulis tersebut tidak dalam bentuk seperti tulisan para teolog gereja tetapi lebih bersifat kontemplatif yang memperlihatkan pendekatan mereka terhadap masalah-masalah kehidupan, di mana kunci jawabannya mereka cari di dalam hal-hal spiritual.
Keadaan kaum wanita secara perlahan-lahan mengalami sedikit perubahan pada zaman Pencerahan. Semangat abad Pencerahan memberi dampak besar bagi bangkitnya para wanita terutama di Eropa. Beberapa wanita tampil ke permukaan dan melahirkan karya tulis ilmiah tentang wanita. Gagasan kesetaraan wanita dengan pria dituangkan dalam tulisan-tulisan mereka dalam bentuk esai, disertasi dan sebagainya. Pada abad berikutnya muncul beberapa wanita terkemuka yang memberikan kontribusi signifikan dalam bidang sains dan filsafat; sebagian lainnya memainkan peran penting di bidang seni, pendidikan dan politik.
Gerakan ini makin terasa pada abad kedua puluh khususnya di Barat. Di Amerika Serikat yang menjadi katalisator gerakan wanita modern adalah karya monumental Betty Friedan, The Feminine Mystique (1963) yang memberikan pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat di negara tersebut. Pengaruhnya dapat disejajarkan dengan karya Charles Darwin, The Origin of the Species. Sejak saat itu gerakan ini seolah tak terbendung lagi. Kini gerakan feminisme dapat kita jumpai di belahan bumi mana pun, sehingga tidak heran jika kita mengenal adanya black feminist theology di Afrika, feminis Islam di Indonesia, feminis Yahudi dan sebagainya. Sehingga cukup jelas bahwa teologi feminis lahir sebagai reaksi protes terhadap dominasi dan penindasan terhadap kaum wanita yang berlangsung di dalam dan di luar gereja selama berabad-abad. Teolog-teolog feminis sendiri yakin bahwa pendorong gerakan mereka berakar dari pengajaran Perjanjian Baru tentang bagaimana seharusnya orang Kristen berelasi satu dengan yang lain. Model relasi orang Kristen, khususnya pria dan wanita tidak bersifat hierarki melainkan kesederajatan yang sempurna dan tidak boleh ada lagi peran dalam masyarakat, gereja ataupun di rumah yang berdasar pada gender.
Feminisme di dalam belahan dunia sangat beragam dalam struktur, bentuk, penekanan dan sebagainya. Hal ini terlihat dari karya tulis mereka, buku-buku, maupun artikel-artikel yang mereka tulis. Namun, walaupun cukup beragam mereka masih memiliki persamaan yang menjadi cirri dari feminis, diantaranya: pertama, teologi Kristen tradisional bersifat patriarkhal. Kedua, teologi tradisional telah mengabaikan kaum wanita serta pengalaman mereka. Ketiga, natur teologi yang patriarkhal telah memberikan konsekuensi yang merusak bagi wanita. Keempat, sebagai solusi atas ketiga masalah di atas, itu wanita harus menjadi teolog yang memulai usaha teologis mereka. Sehingga yang menjadi penekanan feminism adalah “penindasan”, patriarchal” dan “kesetaraan”. Ketiga hal ini adalah problem yang harus dihadapi oleh wanita. Kaum wanita harus berjuang melawan penindasan yang diakibatkan oleh tembok-tembok patriarkhal guna mencapai kesetaraan dengan pria. Dengan kata lain, perjuangan kaum wanita pada dasarnya adalah perjuangan untuk meraih kebebasan dan secara ringkas dapat disimpulkan bahwa feminisme pada hakikatnya adalah suatu gerakan pembebasan kaum wanita dari sistem yang selama ini membuat mereka berada di marginal. Sedangkan teologi feminis dapat dikatakan sebagai suatu usaha untuk menjelaskan kembali iman Kristen dari perspektif wanita sebagai kelompok yang tertindas.
Kalau kita berbicara mengenai teologi seseorang atau sekelompok orang maka salah satu pertanyaan yang penting dan perlu diajukan adalah bagaimana pandangan orang atau kelompok orang tersebut terhadap Alkitab? Apakah Alkitab diterima sebagai firman Allah yang berotoritas? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut setidaknya menunjukkan corak teologi yang dianut seseorang atau sekelompok orang tersebut. Jika ditanya mengenai inspirasi Alkitab maka para feminis akan segera menjawab bahwa mereka percaya inspirasi. Tetapi jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa itu artinya mereka masih berada di jalur iman Kristen yang ortodoks. Menurut Russell, inspirasi ilahi Alkitab berarti bahwa Roh Allah memiliki kuasa untuk membuat kisah Alkitab berbicara kepada kita dari iman menuju kepada iman. Alkitab diterima sebagai firman Allah apabila komunitas iman memahami Allah berbicara kepada mereka di dalam dan melalui berita Alkitab.
Pandangan “miring” tersebut tidak aneh karena kelompok feminis yang menyebut diri evangelikal pun memiliki keyakinan serupa. Menurut kelompok ini, Alkitab diinspirasikan oleh Allah dalam pengertian bahwa di dalam dan melalui kata-kata yang digunakan oleh penulis Alkitab, Allah memberikan firman-Nya. Allah memakai manusia yang terbatas untuk menyatakan kehendak-Nya. Firman Allah sempurna tetapi manusia, sebagai penulis Alkitab, terbatas. Jadi, ada peluang bagi ketidaksesuaian antara firman Allah yang kekal dan kata-kata yang digunakan oleh para penulis Alkitab. Atau dengan kata lain, Alkitab bersifat falibel serta tunduk pada keterbatasan manusia dalam menuangkan maksud Allah dalam kata-kata.
Hal serupa diungkapkan oleh Russell ketika ia berbicara tentang otoritas Alkitab. Alkitab berotoritas dalam kehidupannya karena Alkitab memahami pengalamannya dan berbicara kepadanya tentang makna dan tujuan kemanusiaannya di dalam Yesus Kristus. Sehingga, meskipun Alkitab ditulis dari sudut pandang patriarkhal, dan juga terdapat ketidakkonsistenan atau kontradiksi, tetap saja Alkitab berotoritas dalam kehidupannya karena kisah Alkitab membawanya kepada satu visi tentang ciptaan baru. Kalau boleh saya simpulkan, otoritas Alkitab menurut Russell adalah otoritas yang pragmatis, tidak penting apakah Alkitab bisa salah atau tidak, yang penting baginya adalah Alkitab itu memiliki kebergunaan dalam kehidupannya.
Bertitik tolak dari sini teolog feminis berani mengatakan bahwa Paulus tidak memiliki pandangan yang konsisten tentang wanita. Hal ini terjadi karena Alkitab dibentuk oleh kaum pria dari budaya patriarkhal sehingga banyak pengalaman wahyunya diinterpretasi dan ditulis dari perspektif patriarkhal. Itu sebabnya mengapa Paulus kadang-kadang menempatkan wanita dalam posisi lebih rendah daripada pria, namun kadang-kadang juga sebaliknya. Jadi, ketika kita membaca Alkitab, kita tidak boleh mengabsolutkan budaya pada saat Alkitab ditulis. Jadi, untuk memperoleh kebenaran Allah, kita harus menghilangkan unsur-unsur budaya ketika melakukan interpretasi.
Dengan pandangan yang cukup negatif tentang Alkitab seperti yang diuraikan di atas, timbul pertanyaan: berita positif apa yang terdapat dalam Alkitab bagi para feminis? Menurut Russell, Alkitab adalah firman yang memerdekakan (liberating word). Hal ini jelas terlihat sejak peristiwa eksodus yang dicatat dalam Alkitab sampai zaman para nabi dan kemudian jauh hingga zaman Tuhan Yesus. Peristiwa eksodus yang dicatat dalam Alkitab jelas memperlihatkan karya pembebasan Allah bagi Israel dari penindasan Mesir. Nubuat yang disampaikan para nabi pun berbicara tentang pembebasan dari penindasan, seperti yang dicatat dalam Yesaya 61:1-2. Teks ini pulalah yang dikutip oleh Tuhan Yesus dalam Lukas 4:18-19 yang dilanjutkan dengan pernyataan Tuhan Yesus pada ayat 21, “Pada hari ini genaplah nats ini sewaktu kamu mendengarnya.”
Selanjutnya, dengan sedikit permainan kata Russell mengatakan bahwa Alkitab bukan saja merupakan the liberating word tetapi juga harus menjadi the liberated word. Apa yang ia maksud dengan the liberated word? The liberated word berarti Alkitab dibebaskan dari cara pandang patriarkhal. Caranya adalah dengan membuang semua budaya patriarkhal yang telah membelenggu teks-teks Alkitab, untuk menemukan berita pembebasan kaum wanita.
Senada dengan pandangan di atas, menurut Ruether Alkitab harus dilihat sebagai tradisi profetik-mesianis, yakni melihat Alkitab dari perspektif kritis, di mana tradisi biblikal harus terus-menerus dievaluasi ulang dalam konteks yang baru. Yang ia maksud dengan evaluasi ulang adalah melihat dan menilai Alkitab dengan paradigma pembebasan, dan konteksnya tidak lain adalah pengalaman kaum wanita. Sedangkan yang dimaksud tradisi profetikmesianik adalah, sebagaimana para nabi memberitakan penghakiman Allah, demikian juga para feminis memberitakan penghakiman atas ketidakadilan yang selama ini telah berlangsung, serta menuntut pertobatan dan adanya perubahan. Kaum feminis tidak hanya dipanggil untuk memberitakan berita penghakiman (profetik), namun ada juga unsur mesianisnya, artinya ada kabar “keselamatan” bagi kaum wanita, yakni pembebasan dari ketidakadilan. Masih menurut Ruether, tradisi profetik-mesianik ini menjadi ukuran atau norma untuk menilai teks-teks Alkitab yang lain. Para feminis juga berpendapat bahwa teologi harus merupakan gabungan antara pertanyaan budaya kontemporer dan jawabannya, di mana jawaban tersebut ditentukan oleh latar belakang budaya kontemporer (budaya pada waktu pertanyaan tersebut dilontarkan). Pada masa kini, situasi budaya ke mana tradisi Kristen itu harus dihubungkan adalah bertumbuhnya kesadaran wanita atau pengalaman kaum wanita di gereja. Oleh karena itu, pengalaman kaum wanita harus menjadi sumber dan norma bagi teologi Kristen kontemporer yang serius. Pendeknya, menurut Ruether, pengalaman manusia harus menjadi starting point dan ending point dalam berteologi.
Bagian Alkitab yang paling sering dikutip oleh teolog-teolog feminis dan diklaim sebagai dasar teologi mereka, yang juga dikenal sebagai magna carta of humanity adalah Galatia 3:2839 yang berbunyi: “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” Galatia 3:28 dipandang sebagai ayat yang membebaskan wanita dari penindasan, dominasi dan subordinasi pria. Bagian-bagian lain yang juga berbicara tentang kesederajatan adalah: Kejadian 34:12; Keluaran 21:7, 22:17, Imamat 12:1-5; Ulangan 24:1-4; 1 Samuel 18:25 yang berbicara bahwa wanita dan pria memiliki status sosial yang sama; Hakim-hakim 4:4, 5:28-29; 2 Samuel 14:2, 20:16; 2 Raja-raja 11:3, 22:14; Nehemia 6:14, adalah ayat-ayat yang memperlihatkan bahwa wanita memiliki tempat dalam kehidupan religius dan sosial bangsa Israel, kecuali dalam hal keimaman; sedangkan dalam Kejadian 1:27 dikatakan bahwa wanita dan pria adalah makhluk yang sama-sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Berdasarkan penafsiran terhadap ayat-ayat di atas khususnya Galatia 3:28, para feminis menyimpulkan bahwa Paulus dengan jelas mengukuhkan kesetaraan antara pria dan wanita dalam komunitas Kristen; pria dan wanita memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama baik di gereja maupun dalam rumah tangga. Kesimpulan lain dari penafsiran ini ialah bahwa tujuan panggilan Kristen adalah kemerdekaan. Selain itu, di dalam usaha menelaah sejarah kaum wanita di dalam Alkitab, teologteolog feminis tidak hanya menemukan ide tentang kesederajatan pria dan wanita. Di dalam Alkitab mereka ternyata menemukan bahwa Allah orang Kristen bukan Allah yang paternal; dari sejumlah ayat yang terdapat di Alkitab mereka menemukan bukti-bukti yang mendukung konsep Allah yang maternal. Itulah sebabnya sebagian teolog feminis menuntut agar Allah tidak hanya disebut sebagai Bapa tetapi juga Ibu. Secara tajam mereka pun mengkritik rumusan baptisan yang berbunyi: “dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.”
Dari pandangan mereka terhadap Alkitab secara ringkas dapat dikatakan bahwa bagi para feminis, esensi kekristenan adalah panggilan kenabian serta pembebasan bagi kaum tertindas. Atas dasar inilah para feminis menuntut adanya suatu pembaharuan dalam teologi. Menurut mereka, hingga awal abad ke-19 karya-karya teologis dan intelektual kebanyakan dihasilkan dari perspektif nonfeminis; dunia teologi dan intelektual pada masa itu adalah dunia kaum lelaki. Sudah tiba saatnya pengalaman kaum wanita menjadi pusat refleksi teologis dan menjadi kunci menuju hermeneutik atau teori interpretasi.

Monday, March 24, 2014

Lukisan Hati



Oleh:
Rizal Zekky Sitorus

Ingin rasanya pulang kepada hati yang ku cintai,
Hati yang sejak tanggal 20 April 2009 telah memenangkan hatiku,
Tak pernah kau mengeluh hadir dalam keheninganku,
Meskipun itu hanya bayangan mata dan senyum indahmu,
                
                Ingin diri ini melihat dirimu disampingku,
                Menikmati canda tawa bersama
                Ingin diri ini berduaan denganmu,
                Menggenggam hangatnya jemarimu,

Wahai engkau sang pemilik hati,
Adakah engkau disana sepertiku,
Yang tidak sadarkan diri akan kondisiku hari ini,
Yang hanya bisa menikmati hidup dengan kedalaman rindu,

Bagai menghitung rintikan hujan,
Bagai menghitung butiran pasir di pantai,
Bahwa kau tak pernah tahu kondisiku,
Bahwa disini ada satu hati yang terpenjara rindu,

Kunikmati kesepianku dengan ritme hidup, impian dan kenanganmu,
Kupertahankan hati ini hanya untuk orang yang kucintai,
Kubingkai indah namamu dalam relung hatiku,
Bahkan perpisahan itu tak mampu menjadi ombak,
Yang mengahapus dirimu dari lubuk hatiku,


“Ini hanya lukisan hatiku saat ini”
Makassar, 24 Maret 2014
23.50 WITA

Refleksi dan Ambisi



Oleh:
Rizal Zekky Sitorus

Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ketempat-tempat kamu ingin pergi. Jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.

Kalimat ini membawa saya berkaca pada diriku. Realitas yang terjadi seolah saya dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia yang tidak di dengar. Saya menjadi tidak berdaya ketika dihadapkan dengan tanggung jawab yang saya emban hari ini. Terkadang saya merasa hanya menjadi kambing hitam untuk melaksanakan tanggung jawab ini. Namun, jika kita tinjau lebih dalam lagi bahwa tanggung jawab ini ialah tanggung jawab kita bersama. Bukan tanggung jawab yang hanya diembankan pada satu orang. Ataukah saya sedang di test? diuji untuk memikul  tanggung jawab ini seorang diri? Kendatipun saya sedang diuji, bukankah katanya pekerjaan kita ialah kerja tim?? Pekerjaan yang harus kita kerjakan bersama-sama. Bukanlah kerja keras satu pihak.

Dalam kerja tim, saya sudah berusaha untuk tetap menjalin komunikasi dengan harapan membangun kedekatan emosional dengan tim, berusaha untuk tetap menjaga semangat tim, memberi motivasi. Banyak taktik, strategi yang sudah saya lakukan, tetapi arus gelombang yang menghampiriku lebih deras dari taktik dan strategi yang ku lakukan yang pada akhirnya berefek pada ketidak nyamanan dengan posisi/jabatan yang saya emban. Entah buku apa yang harus saya baca, siapa sosok yang pantas menjadi guruku, dimana tempat yang ideal menjadi sekolahku, apa media pembalajaran yang harus disandingkan denganku agar aku bisa keluar dari zona ketidaknyamanan ini, dari posisi pemimpin yang tidak didengar, yang hanya bisa membuatku merasa tidak berdaya. 

Apakah saya harus melepaskan posisi pemimpin ini??? Lari dari posisi yang hanya memenjarakan saya pada ketidaknyamanan?? Namun, lari bukanlah solusi atas semua ini, melepaskan bukanlah akhir dari dunia ini, melainkan awal suatu kehidupan baru yang saya pun tidak tahu apakah dengan melepaskan saya menjadi manusia yang bisa di dengar atau tetap tidak di dengar. Lari dari posisi pemimpin bukanlah apa yang saya impikan, karena saya hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal yang saya inginkan. Dan itu bukan lari dari posisi pemimpin, tetapi saya akan tetap bertahan dan berpaling dari sosok kepemimpinanku hari ini yang tidak cerdas melihat kondisi tim. Hingga saya pun teringat dengan pernyataan Plato, bahwa “Perhatian Seseorang Akan Mudah Diperoleh Jika Kita Menguasai Seni Berbicara”.
  
Artinya, Plato mengajarkanku untuk belajar seni berbicara disamping lebih cerdas melihat kondisi tim. Dengan belajar seni berbicara, memberikan harapan padaku untuk beroleh perhatian setiap orang khususnya orang-orang yang ada dalam tim ku. Namun demikian, Plato juga menasehatkan kepada orang-orang yang menguasai seni berbicara agar tidak menaklukkan seseorang dan menjadikannya sebagai budak, tetapi menuntun dia berproses dan membagikannya ilmu yang kita miliki. Secara tidak langsung, plato menginginkan saya untuk belajar bersama, saling sharing pengetahuan bersama tim ku dan tidak memanfaatkan seni berbicara sebagai alat memperbudak. Juga Imam Ali (As), mengatakan bahwa, “ilmu adalah cahaya yang Allah berikan dalam hati yang Ia kehendaki”. 

Artinya, ilmu itu suci. Tuhan tidak akan memberikan cahaya-Nya jika ilmu seni berbicara hanya dimanfaatkan untuk memperbudak seseorang. Dengan belajar lebih tekun lagi, berharap Tuhan akan menyertaiku, menyertai setiap langkahku, mendekonstruksi sosok kepemimpinanku yang tidak cerdas melihat kondisi tim, menghapus paradigma negatif dalam diriku, membimbingku menjadi garam dan terang dunia, yang pada akhirnya menjadikanku sosok yang di dengar dalam tim ku, bahkan dimanapun saya berada. Amin..:)

Monday, February 24, 2014

"Siapa Aku?? dan Apa Harapanku??"




“kesulitan terbesar menulis tentang tokoh-tokoh besar adalah karena mereka tidak pernah menulis tentang dirinya sendiri. Mereka semua berbicara, mengajar dan bertindak”

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya tidak tahu harus menjawab apa hingga sampai kepada substansi siapa saya sesungguhnya. Tetapi saya akan memulai memperkenalkan tentang diriku dan keluargaku secara administratif. Nama saya Rizal Zekky Suprapto Sitorus, biasa dipanggil Rizal. Jack, atau Bang Torus. Saya lahir di sebuah kota kecil yang bernama kota Duri, tepatnya di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada tanggal 25 September 1992. Hobby saya adalah bermain catur dan membaca buku. Saya memiliki minat yang tinggi dalam belajar. Secara fisik, saat ini saya memiliki tinggi badan 167 cm dan berat badan 52 kg. Saya memulai pendidikan di bangku Sekolah Dasar Negeri 021 Balai Makam Kecamatan Mandau pada tahun 1999 yang bertempat di Provinsi Riau (kota Duri). Selanjutnya di kota yang sama, pada tahun 2005 saya melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 04 Mandau. Setelah lulus SMP, saya melanjutkan studi ke Sekolah Menangah Atas (SMA) Negeri 03 Mandau. Pada tahun 2011, saya terdaftar menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Hasanuddin Makassar pada program studi Ilmu Dan Teknologi Pangan  melalui jalur SNMPTN.  Di universitas ini saya juga menjadi salah satu mahasiswa yang mendapatkan beasiswa bidik misi. Saya bersyukur bisa  mendapatkan bantuan ini dari kampus, karena sangat membantu perkuliahan saya. 




Nama ayah saya adalah M.Sitorus dan Ibu saya R.Manurung. Ayah saya lahir pada tanggal 16 April 1953 di Parsambilan, Silaen (Sumatera Utara) dan Ibu saya lahir pada tanggal 16 Oktober 1958 di Porsea (Sumatera Utara). Pendidikan terakhir ayah saya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Ibu saya Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada tahun 1983, orang tua saya meninggalkan Sumatera Utara dan pindah ke Provinsi Riau, tepatnya di kota Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Hingga saat ini, keluargaku tinggal di Duri-Riau. Saya merupakan anak ke-6 (enam) dari 7 bersaudara.  Saya memiliki 3 saudara pria dan 3 saudara wanita. Saat ini dikeluargaku, 4 orang kakak saya (2 wanita dan 2 pria) sudah menikah (berkeluarga), dan 2 orang (saya dan kakak wanita saya) masih duduk di bangku kuliah, sementara adik lelaki saya (anak terakhir) masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Saat ini, ayah saya sudah tidak bisa lagi bekerja sebagai seorang buruh di perusahaan karena faktor usia. Ayah saya bekerja sebagai seorang pekerja serabutan (pekerjaan tak menentu). Segala hal ia kerjakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami. Terkadang ayah saya bekerja sebagai seorang kuli bangunan, terkadang bekerja di kebun milik orang dan terkadang juga bekerja sebagai pemulung. Sementara Ibu saya bekerja sebagai pedagang sayur di pasar. Penghasilan kedua orang tua saya sangat tidak menentu. Tetapi saya sangat bersyukur, karena kami masih diberi kecukupan.
Pada tahun 1998, saya mulai mendaftar masuk Sekolah Dasar Negeri untuk pertama kali. Saya mengikuti test menulis, berhitung, mengeja huruf A-Z, badan ditimbang, tinggi diukur dan saya melulusi seluruh rangkaian test yang diberikan. Saya sangat senang pada saat itu karena saya bisa melulusi rangkaian test. Saya pulang ke rumah dengan anggapan saya pasti lulus. Tetapi pada hari H, ketika pengumuman hasil akhir, saya dinyatakan tidak lulus. Alasannya pada saat itu bahwa aturan Pendidikan Nasional tidak mengizinkan anak untuk masuk Sekolah Dasar jika belum berusia 7 tahun, kecuali anak tersebut pernah mengikuti TK (Taman Kanak-kanak). Sementara saya pada saat itu belum genap berusia 7 tahun dan saya juga tidak mengikuti  TK. Setelah pengumuman itu, saya sangat berkecil hati. Saya sangat tidak berterima dengan hasil itu. Saya tetap meminta ibuku untuk tetap bersekolah. Saya meminta untuk mendaftar di sekolah lain. Tetapi karena faktor ekonomi, orang tua saya memilih untuk tidak mendaftarkan saya di sekolah lain karena sekolah negeri sudah tidak menerima pendaftarn lagi, yang ada hanyalah sekolah swasta, sementara sekolah swasta biayanya sangat mahal untuk perekonomian keluargaku. Sehingga saya harus menunggu satu tahun lagi untuk mendaftar ulang Sekolah Dasar.
Pada tahun 1999, saya mendaftar lagi masuk Sekolah Dasar. Saya mengikuti test, dan puji Tuhan saya lulus. Namun kelulusan itu tidak memberikan rasa bangga pada diriku karena saya sudah tahu bahwa saya pasti lulus. Setelah lulus SD, saya tidak memiliki motivasi belajar, saya merasa kurang senang berada di sekolah tersebut, hingga duduk di bangku kelas 3, saya tidak pernah masuk Ranking 10 besar di kelas. Hingga kelas 3 SD itu juga aktivitas keseharian saya baik di rumah dan di sekolah tidak ada yang produktiv yang bisa saya lakukan karena semua hari-hari diisi dengan bermain. Hingga akhirnya pada suatu ketika ayah saya menasehati saya sembari saya menemani dan membantunya membuat kandang ayam. Beliau menasehati saya untuk bisa belajar dan berprestasi. Ia ingin kalau saya merubah gaya hidup saya yang penuh dengan bermain. Semenjak itu, saya mulai rajin belajar, mengurangi aktivitas bermain, dan sering membantu orang tuaku. Setelah memasuki kelas 4 SD, saya mulai merasakan masuk ranking 10 besar di kelas. Saya sangat senang dan ibu saya yang pada saat itu mengambil raport saya juga sangat senang. Setelah tiba di rumah, ayah saya juga sangat senang mendengar kabar kalau saya masuk ranking 10 besar di kelas. Bahkan, beliau memberi reward buat saya, menghargai setiap mata pelajaran yang bernilai 8 ke atas dengan uang Rp5000,-. Saya semakin termotivasi untuk tetap mendapatkan ranking di kelas. Hingga pada saat duduk di kelas 5 SD saya meraih juara 2 di kelas. Saya merasa bangga dengan prestasi itu. Orang tua dan saudara-saudara juga senang. Bahkan ibu saya ingin kalau saya meminta apa saja sebagai hadiahku. Namun, hal itu saya tolak karena menurutku bukanlah hadiah itu yang jadi motivasi saya untuk tetap belajar, melainkan kebahagiaan merekalah. Kesenangan mereka ketika mendengar kabar indah dari anak-anaknya. Pada saat duduk di bangku kelas 6 SD prestasi saya menurun. Saya meraih ranking 4 di kelas pada saat itu. Namun, orang tuaku tetap senang mendengarnya.
Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, hingga kelas 2 SD saya merupakan anak yang sedikit pemalu. Saya sulit bergaul dengan teman-teman kelasku apalagi jika harus bergaul dengan teman-teman cewe kelasku. Tetapi mulai kelas 3 SD saya mulai mudah bergaul dengan teman-teman cowo di kelasku. Mereka semua saya temani, mulai dari yang nakal-hingga yang rajin belajar di kelas. Bahkan di akhir kelas 3 saya mulai akrab dengan teman-teman cewenya. Ketika kelas 4 SD, permainan saya mulai meluas, tidak lagi hanya di kelas ku saja, melainkan mulai merambah ke kelas-kelas lainnya. Jenis permainan yang saya ikuti pun semakin banyak. Mulai dari berbagai jenis permainan kartu, permainan kelereng, permainan karet, permainan ikan laga, berbagai kegiatan olahraga, bahkan permainan bola kaki yang awalnya saya hanya menjadi penonton berubah menjadi pemain. Teman-temanku banyak yang senang bermain dengan ku. Tak jarang mereka berkunjung ke rumahku dan begitu sebaliknya. Ketika kelas 5 SD pertemananku juga semakin banyak. Hampir semua teman angkatanku saya kenal, mulai dari kelas A, B dan C. Kami semua semakin akrab, sering kali kami anak-anak cowonya pergi ke sekolah lain untuk bertanding bola kaki. Kendati pun semua anak dengan berbagai karakter saya temani, mulai dari yang suka merokok, suka berkelahi, suka main judi dan yang rajin belajar, itu tidak berpengaruh pada kegiatan pembelajaran saya di kelas, saya tetap bisa mempertahankan masuk ranking 10 besar di kelas.
Pada saat SD, kegiatan saya selain bersekolah ialah membantu orang tuaku bekerja di rumah. Tetapi ketika liburan sekolah, saya manfaatkan dengan berjualan koran, menjadi juru parkir di pertokoan tanpa sepengetahuan orang tua saya. Bahkan tak jarang juga saya ikut mencari barang-barang bekas (menjadi pemulung) bersama dengan teman-teman kampungku. Orang tua ku melarang kami bekerja ketika masih kecil, dengan alasan bahwa mereka masih mampu memenuhi kebutuhan hidup kami. Katanya, :”jangan buat malu bapak sama mamakmu! Nantilah bekerja mencari uang kalau sudah besar, sekarang belajar lah dulu, sekolah baik-baik..!!”. Pesan itu saya “iya”kan di depan mereka, tetapi sering kali pesan itu saya langgar. Saya tetap pergi menjual koran dari pagi sampai siang, dan ketika telat bangun pagi saya menjadi juru parkir. Hal itu saya lakukan karena hasil yang di dapatkan pada saat itu cukup lumayan. Dari satu koran, saya mendapatkan seribu rupiah, majalah tiga sampai lima ribu rupiah, sehingga penghasilan kita tergantung seberapa banyak koran yang kita jual. Begitu juga dengan juru parkir, satu buah motor harganya lima ratus rupiah dan mobil seribu rupiah.
Pekerjaan itu tetap saya lakukan karena hal tersebut tidak diketahui orang tua saya. Karena pada saat itu ayah saya masih bekerja di perusahaan dan pulangnya dua kali sebulan. Sementara ibu saya setiap hari pergi berjualan sayur di pasar, pergi pagi pulang siang dan terkadang sore hari. Sementara kakak-kakak saya juga tidak mengetahuinya. Mereka hanya tahu kalau saya sedang pergi bermain.
Setelah lulus Sekolah Dasar, saya ingin sekali melanjutkan sekolah di SMPN 2 karena nilai UAN dan UAS ku pada saat itu lumayan baik dan saya prediksi kalau saya bisa lulus disana. Tetapi hal tersebut tidak disetujui oleh ibu ku dengan alasan bahwa sekolah tersebut terlalu jauh jaraknya dari rumah. Transportasi ke sekolah itu menggunakan dua kali naik sambung angkot (angkutan kota) dan jika dihitung-hitung pengeluaran untuk ku akan sangat besar per bulannya, sementara kami anak-anaknya banyak yang bersekolah. Olehnya, ibuku lebih setuju saya masuk sekolah SMPN 4 karena hanya menggunakan satu kali naik angkot. Saya pun harus setuju dengan keputusan ibuku. Saya pergi mendaftar ke SMP sendiri tanpa ditemani orang tuaku. Pada saat pengumuman, puji Tuhan saya lulus di SMP 4 tersebut.
Ketika berada di SMP 4, saya merasa tidak senang. Karena dari awal saya memang tidak ada niat bersekolah disitu. Kendati pun saya tidak senang dengan sekolah itu, saya tetap mengikuti pelajaran yang diberikan dan prestasi akademik saya juga tidak terlalu buruk. Sebut saja semester 1 kelas 1 saya dapat ranking 8, semester 2 kelas 1 saya dapat ranking 5. Kelas 2 semester 1 dan 2 saya dapat ranking 4 dan kelas 3 saya masuk kelas unggulan. Suatu kebanggaan tersendiri buat diriku, bahkan orang tuaku sangat senang mendengarnya. Tetapi dibalik prestasi akademik itu, aktivitas saya di sekolah hanyalah bermain, mengganggu adik kelas, cabut (bolos sekolah) dan pernah juga ikut tawuran. Bahkan puncak kenakalan saya ketika kelas 3 SMP, saya sangat malas masuk sekolah, saya masuk hanya 3x dalam seminggu dan hampir 2x sebulan orang tua saya di panggil ke sekolah. Bahkan karena sering tidak masuk sekolah, guru matematika ku menamaiku si “modus”, angka yang paling sering muncul dalam istilah matematika, yang artinya saya yang paling sering tidak hadir di kelas. Selain malas, hal lain yang membuat saya sering tidak masuk ialah karena aturan sekolah yang terlalu ketat dan terlalu disiplin. Masuk sekolah jam 06.50 WIB, tutup pagar jam 07.00 WIB dan jika 3x terlambat wajib panggil orang tua. Selain itu, juga dilarang membawa kendaraan pribadi ke sekolah. Sementara aktivitas saya pada saat itu sangat sibuk di pagi hari dan jarak dari rumah ke sekolah juga cukup jauh. Setiap subuh saya harus mengantar dan membantu ibu saya ke pasar. Pagi hari pembeli sayur cukup banyak, makanya saya tidak mungkin meninggalkan ibu saya berjualan sendiri. Sering kali saya membantu ibu hingga pukul 06.30 WIB dan tiba di rumah pukul 06.45 WIB. Hal inilah yang sering membuat saya telat ke sekolah. Tetapi ibu tidak mengetahui jikalau saya sering terlambat ke sekolah. Jika sudah telat 3 kali, hal biasa yang saya lakukan adalah memanjat pagar sekolah bersama dengan teman-teman. Karena jika masuk lewat pintu pagar utama, maka siap-siap untuk memanggil orang tua terlebih dahulu barulah bisa masuk kelas. Hal lain selain memanjat pagar, yang kami lakukan adalah bolos sekolah. Biasanya kami pergi ke game center, pergi ke sekolah-sekolah lain, pergi bermain bilyard, pergi tarik angkot, dan banyak lagi. Tetapi hal tersebut dilakukan tanpa menggunakan seragam sekolah. Hal ini dikarenakan anak sekolah (pelajar) tidak boleh berkeliaran pada saat jam belajar. Karena akan ditangkap oleh Satpol-PP. Jika sudah tertangkap akan dibawa ke kantor camat, di panggil orang tua dan kepala sekolah yang bersangkutan, dan bisa berakibat dikeluarkan dari sekolah.
Kendatipun orang tua saya sering di panggil ke sekolah, saya tidak pernah memanggil mereka. Saya tidak ingin merepotkan dan membuat malu mereka. Saya hanya ingin melihat mereka senang. Ketika guru memanggil orang tua saya, yang saya panggil adalah abang tetangga saya, teman-teman saya yang badannya besar, dan pernah juga tukang ojek dekat sekolahan yang saya panggil. Mereka semua mengaku sebagai saudara saya dan diterima oleh guruku. Saya tahu kalau saya berbohong, tetapi saya tidak ingin merepotkan orang tuaku. Merepotkan ibu ku yang harus meninggalkan jualannya hanya karena anaknya yang nakal, ayahku yang harus meninggalkan pekerjaannya. Tentu ini akan sangat memalukan mereka jika harus mereka yang saya panggil untuk masalah hanya karena sering telat ke sekolah. Saya tidak tahu kenapa sebenarnya guru-guruku menerima mereka sebagai wakilku. Tetapi hal yang saya ketahui adalah bahwa karena saya sudah memiliki hubungan yang dekat dengan guru-guruku. Mereka mengenal saya sebagai seorang anak yang baik meskipun saya sering tidak hadir di sekolah. Saya katakan hubungan kami baik karena komunikasi kami yang baik di sekolah dan tak jarang juga mereka membeli sayur dari saya ketika di pasar. Karena sepengetahuan saya, tidak ada guru yang saya kenal tidak membeli sayur saya ketika dia melihat saya berjualan membantu ibu saya di pasar.
Aktivitas saya ketika SMP selain bersekolah, saya harus membantu orang tua dan mengikuti beberapa les (kursus). Di waktu subuh saya mengantar dan membantu ibu saya ke pasar, pagi sampai siang hari saya bersekolah, dan setiap pulang sekolah saya harus pergi mencari makanan ternak kami, di sore hari saya pergi les bahasa inggris selama tiga kali seminggu dan ikut les karate selama tiga kali seminggu juga. Setelah itu, menjemput ibu saya dari pasar jika beliau belum pulang. Malam harinya saya isi dengan bermain, terkadang mengerjakan tugas sekolah, dan jika di rumah saya isi dengan bermain catur bersama ayah, abang dan adik, juga sangat sering malam hari diisi dengan berbincang-bincang bersama keluarga kami. Jikalau berdiskusi dengan ayah, beliau sangat sering memberi nasehat-nasehat buat kami anak-anaknya. Ia sangat menekankan supaya kami hidup jujur dan selalu bersyukur pada Tuhan dalam keadaan apa pun. Dalam memberi nasehat, tak jarang ia memberi contoh dengan realitas kehidupan yang terjadi di sekitar kami.
Ketika SMP saya juga sangat sering berkelahi. Sering kali teman saya meminta saya untuk menolongnya jika dia punya masalah di sekolahnya. Jadi jika bolos sekolah, saya pergi ke sekolahnya untuk menghajar lawannya. Saya sangat tidak suka kalau ada yang mengganggu temanku. Saya akan selalu membantu teman-temanku semampuku dengan syarat mereka tidak salah ataupun mencari masalah. Jadi wajar kalau saya punya banyak musuh ketika SMP. Sehingga wajar juga kalau anak-anak nakal sekolahan tingkat SMP hampir seantero Duri saya kenal.
 Pada saat liburan SMP, aktivitas yang saya lakukan membantu ibu berjualan di pasar, mencari kayu bakar bersama ayah dan abang, mencari makanan ternak, dan sering juga menjual koran untuk menambah uang saku. Tetapi menjual koran tetap tidak diketahui orang tua. Selain itu, juga membantu paman berkebun. Saya sering diajak pergi ke kebun sawitnya. Saya juga ikut membantu membuka lahan, membersihkan lahan, pembibitan sawit, menanami, memupuk, dan lain-lain.
Setelah lulus dari SMP, saya melanjutkan studi saya di SMAN 3 Mandau. Awalnya saya tidak ada niat untuk masuk sekolah ini, karena sekolah ini bukan sekolah unggulan di kecamatanku. Namun, karena nilai UN ku yang kurang memuaskan, dan setelah saya prediksi bahwa saya lulus di SMA 3, saya memilih mendaftar di SMA 3. Saya tetap bersyukur sama Tuhan karena banyak juga teman-teman saya yang tidak lulus masuk ke sekolah ini. Hikmah yang bisa saya ambil adalah bahwa saya percaya Tuhan pasti punya rencana indah buat saya di sekolah ini. Dan ternyata benar, setelah masuk sekolah dan pembagian kelas, saya mendaftar masuk kelas unggulan dengan melampirkan raport dan bukti prestasi yang pernah saya raih ketika SMP. Kelas unggulannya merupakan kelas yang terdiri dari berbagai macam spesialis-spesialis prestasi siswa. Misal, ada yang kategori kelompok prestasi fisika, matematika, kimia, biologi, bahasa inggris, seni, olahraga. Semuanya disatukan dalam satu kelas. Setelah verifikasi berkas, dan pada saat pengumuman saya diterima di kelas unggulan dengan kategori spesialis bahasa inggris.
Pada saat semester 1 kelas 1, saya tidak masuk dalam ranking 10 besar. Tetapi pada saat semester 2 saya mendapat ranking 10 di kelas. Pada semester 1 kelas 2 saya mendapat ranking 4 dan semester 2 nya saya juara 3 kelas. Naik ke kelas 3 semester 1 saya hanya nongol di ranking 8 dan semester terakhir saya mendapat ranking 6. Pada saat SMA saya mulai masuk organisasi. Kelas 1, saya mendaftar OSIS dan puji Tuhan saya lulus test masuk anggota OSIS. Tetapi pada saat kelas 2, minat saya semakin berkurang dan akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan OSIS.
Ketika SMA, saya memiliki pengalaman menjadi salah satu peserta olimpiade mewakili sekolahku pada beberapa olimpiade. Sebut saja olimpiade matematika dan bahasa inggris baik tingkat Kecamatan, Kabupaten hingga tingkat Provinsi. Ini merupakan prestasi terbesar yang pernah saya dapatkan selama saya duduk di bangku sekolah. Orang tua saya sangat senang dengan prestasi saya ini. Bahkan karena hal ini, saya pernah menjadi buah bibir di lingkungan tempat tinggalku yang menjadi bunga-bunga telinga buat orang tuaku. Prestasi ini saya anggap sebagai kado dari Tuhan karena saya dari awal masuk sekolah sudah mengatakan bahwa Tuhan punya rencana indah buat saya di sekolah ini. Karena jika saya berada di sekolah lain, belum tentu saya bisa merasakan yang namanya menjadi peserta olimpiade.
Ketika SMA, saya juga masih sering terlambat ke sekolah. Namun hal tersebut masih bisa saya atasi.  Saya bercerita tentang kenapa sampai saya terlambat dan para guru banyak yang mentolerirnya. Selama SMA saya juga merupakan anak yang aktif. Aktivitas saya selama SMA hampir sama ketika saya masih SMP. Namun perbedaannya saya sudah tidak nakal lagi. Saya lebih bersahaja dimana pun saya berada. Setiap subuh, saya harus mengantar dan membantu ibu saya ke pasar, pagi sampai siang bersekolah, pulang sekolah pergi mencari makanan ternak, setelah itu pergi les bahasa inggris ataupun les karate, kemudian pergi ke pasar menjemput ibunda tercinta jikalau beliau belum pulang ke rumah. Selama SMA, banyak hal yang mulai saya rubah dalam hidupku. Mulai dari sifat-sifat nakal ku. Mengurangi jam keluar malam ku. Semakin sering pergi beribadah, sering baca firman Tuhan. Tetapi tetap berteman sama semua teman-teman ku yang terdiri dari berbagai profesi, sifat, tingkah laku baik positif maupun negatif. Tak satupun teman ku kutinggalin. Setelah naik ke kelas 2 SMA, les bahasa inggris dan les karate pun saya tinggalin. Sehingga saya hanya fokus pada sekolah dan membantu orang tua.
Pada saat SMA, saya mulai bekerja di pasar membantu membuka dan menutup jualan salah seorang pedagang di pasar. Sehingga keseharian saya banyak habis di pasar. Subuh ke pasar membantu membuka jualan ibu, setelah selesai saya membuka jualan tempat saya bekerja. Siang hari setelah pulang sekolah, saya tetap mencari makanan ternak, setelah itu saya langsung ke pasar membantu ibu. Terkadang jikalau saya tidak pergi ke pasar, saya pergi ke tempat cucian mobil (door smeer) untuk mencuci mobil. Hasil dari mencuci mobil saya gunakan untuk menambah uang saku saya. Pada saat liburan SMA, saya isi dengan membantu ayah mencari kayu bakar dan sering pergi ke kebun sawit paman ku. Saya sering di minta pergi ke kebunnya untuk mencek kondisi kebun dan menemani pekerjanya mengelola kebun, baik memupuk, membersihkan dan menjual hasil kebunnya. Ketika SMA, saya sudah mulai mengerjakan Pekerjaan Rumah sendiri. Memasak nasi, mencuci baju, menyapu rumah, mencuci piring, memotong rumput, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan kakak-kakak saya sudah pergi merantau. Ada yang kuliah dan ada yang menikah. Sehingga yang tinggal di rumah hanya ayah, ibu, saya dan adik.
Setelah lulus SMA pada tahun 2011, saya berangkat ke Palembang untuk mengikuti Bimbingan Belajar karena saya punya rencana ingin melanjutkan kuliah saya di Universitas Sriwijaya berhubung karena abang saya berada di sana. Setelah beberapa minggu di sana, dan pendaftaran SNMPTN telah dibuka. Namun, pada saat itu saya belum mendaftar karena masih memilah-milah jurusan yang akan dipilih, universitas tujuan saya serta perekonomian yang cukup untuk kedua-duanya. Cek per cek, bahwa pendaftaran uang kuliah di Univ Sriwijaya yang saya inginkan cukup mahal untuk perekonomian orang tuaku, begitu juga dengan beberapa universitas lainnya di sumatera. Terlebih lagi dengan biaya perkuliahan di jawa, semuanya serba mahal. Oleh karena itu, saya langsung mencek universitas-universitas di Indonesia Timur. Dan berdasarkan hasil pengetahuan abangku bahwa Univ hasanuddin ialah universitas yang terkenal di Indonesia Timur, saya langsung mencek biaya perkuliahan di Unhas dan sepertinya sesuai dengan perekonomian keluargaku. Saya memutuskan untuk memilih Unhas sebagai pilihan kedua ku dengan asumsi pilihan jurusan yang ku pilih pasti lulus.
Pada saat itu saya sangat ingin masuk jurusan teknik kimia. Sehingga pilihan pertama saya jatuh pada teknik kimia universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Banten) dan pilihan kedua Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin (Makassar). Setelah ujian SNMPTN, saya berkeyakinan kalau saya pasti lulus di pilihan kedua yaitu Unhas. Puji Syukur, pada saat pengumuman kelulusan SNMPTN, saya lulus di UNHAS pilihan keduaku. Dan saya juga percaya bahwa Tuhan pasti punya rencana indah buat diriku  di Makassar. Saya percaya bahwa Dia bekerja dalam hidupku. Saya sangat senang, orang tuaku dan saudara-saudaraku juga sangat senang mendengarnya. Awalnya orang tuaku tidak mengetahui kalau saya lulus di UNHAS-Makassar, mereka hanya tahu kalau saya lulus SNMPTN. Namun, setelah mereka mengetahuinya ibundaku tercinta langsung tidak setuju jika saya harus mengambil kelulusan ku di UNHAS dengan alasan UNHAS terlalu jauh dan di Makassar itu orangnya keras. Selain itu juga karena tidak ada seorang pun keluarga yang dikenal di Makassar. Hal itulah yang sangat memberatkan ibu. Tetapi ayahanda mengizinkan saya dengan asumsi bahwa saya harus bisa menjaga diri di Makassar. Beberapa hari saya berusaha menyakinkan ibuku supaya saya bisa berkuliah di Unhas, hingga akhirnya ibu pun  setuju dengan syarat saya harus bisa menjaga diri di Makassar.
Setelah ibu setuju, saya pun mengurus surat-surat, berkas dan segala hal yang akan saya bawa nantinya ke Makassar. Ibu membelikan tas carier yang besar untuk tempat barang-barang yang akan saya bawa ke Makassar. Saya sempat menolaknya karena saya tidak suka membawa barang banyak-banyak dalam bepergian, saya tidak suka yang ribet. Tetapi ibu ingin aku membawanya dan menyuruh membawa pakaian ku yang cukup banyak, supaya kelak di Makassar saya tidak kekurangan pakaian. Setelah semuanya selesai, saya pun siap untuk berangkat. Saya dan keluarga makan dan berdoa bersama untuk keberangkatan saya. Setelah selesai berdoa, saya pun berangkat naik mobil jemputan travel menuju kota Pekanbaru. 2 Malam singgah di rumah kakak ku di Pekanbaru. Selanjutnya saya lanjut naik bus menuju kota Palembang karena saya akan berangkat dari rumah abangku di Palembang.
Setibanya di Palembang, abang mencari-cari teman yang ada di Makassar supaya bisa menjemput saya di bandara nantinya. Akhirnya di dapatilah salah seorang pendeta di Makassar. Beliau bersedia menjemput saya di bandara. Sembari abang mencari kenalan, saya juga mencari kenalan lewat media sosial. Dan puji Tuhan, 3 hari sebelum pesawat berangkat saya mendapat kenalan mahasiswa yang berasal dari Sumatera Utara dan kebetulan ia juga orang Batak. Singkat cerita perkenalan kami, 1 hari sebelum pesawat berangkat saya mendapat kenalan seorang mahasiswa yang pasti ini rencana Tuhan (bukan suatu kebetulan) yang berasal dari satu Provinsi ku, bahkan satu kecamatan, satu kota, satu SMA dan satu SMP dengan saya, hanya saja kami tidak pernah bertemu sebelumnya di kampung halaman. Beliau sudah lulus SMA, baru saya masuk. Makanya kami tidak pernah bertemu. Malamnya sebelum berangkat, beliau menelfon dan bersedia menjemput saya di bandara. Saya sangat senang mendengarnya karena akhirnya saya punya kenalan di Makassar. Setelah itu saya packing ulang barang yang akan saya bawa ke Makassar. Saya memutuskan untuk tidak membawa tas carier pemberian ibu saya, karena terlalu besar dan ribet menurut saya. Saya hanya membawa beberapa lembar baju dan celana di dalam satu tas ransel/depek dan satu tas kecil tempat ijazah ku.
Subuhnya jam 04.30 WIB setelah selesai berdoa, saya diantar oleh abangku ke bandara. Saya check-in dan pukul 06.00 WIB pesawat berangkat dan pada pukul 07,30 WIB pesawat tiba di Jakarta. Selanjutnya pukul 13.00 WIB pesawat meninggalkan Jakarta dan pukul 15.30 WITA, pesawat tiba di Makassar. Saya mengucap syukur pada Tuhan karena saya tiba dengan selamat. Sesampainya di bandara, temannya bapak pendeta menelfon ingin menjemput, bersamaan dengan itu mahasiswa yang berasal dari kampong ku itu menelfon juga. Saya memilih bersama mahasiswa tersebut karena dia lebih dulu tiba di bandara, sementara temannya pak pendeta baru mau berangkat ke bandara. Setelah dijemput, saya di bawa ke rumah sal seorang keluarga batak dekat bandara, sekaligus ia perkenalkan saya dengan mahasiswa-mahasiswa batak yang dari sumatera. Setelah itu kami pulang dan saya tinggal bersama abang itu di kostannya. Dia membantu saya dalam daftar ulang, meminjamkan laptopnya untuk kerja tugas dan masih banyak lagi. Singkat cerita, sampe sekarang saya dan mereka (para mahasiswa batak) masih sering bersama.
Sekarang saya berada pada tingkat semester 5. Aktivitas saya hanya sibuk belajar di ruang kuliah dan belajar organisasi. Kendati pun saya pernah mengajar di salah satu tempat bimbingan belajar di Makassar, namun saya meninggalkannya. Saat ini saya hanya ingin fokus belajar. Jika ditanya apa harapan saya dalam lima tahun ke depan, jelas saya punya rencana hidup. Rencana dan harapan saya kedepannya adalah, saya berharap bisa sarjana paling lama 3 tahun lagi (2016) dan kalau bisa tahun 2 tahun lagi (2015) dengan target IPK minimal 3,5. Setelah itu, saya memulai melamar pekerjaan dan penghasilan saya akan saya tabung untuk pernikahan dan membuka usaha perkebunan sawit. Saya berencana menikah pada tahun 2020 dan pada tahun 2021 saya sudah harus memiliki rumah sendiri. Jadi, saya punya waktu 5-6 tahun menabung setelah lulus untuk bisa menikah. Saya percaya bahwa Tuhan bisa kabulkan harapan saya karena saya yakin saat ini Tuhan sedang bekerja dalam hidupku. Amiin..:)