Oleh:
Rizal Zekky Sitorus
Bermimpilah tentang apa
yang ingin kamu impikan, pergilah ketempat-tempat kamu ingin pergi. Jadilah
seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu
kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.
Kalimat ini membawa saya berkaca pada diriku. Realitas yang terjadi seolah saya dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia yang tidak di dengar. Saya menjadi tidak berdaya ketika dihadapkan dengan tanggung jawab yang saya emban hari ini. Terkadang saya merasa hanya menjadi kambing hitam untuk melaksanakan tanggung jawab ini. Namun, jika kita tinjau lebih dalam lagi bahwa tanggung jawab ini ialah tanggung jawab kita bersama. Bukan tanggung jawab yang hanya diembankan pada satu orang. Ataukah saya sedang di test? diuji untuk memikul tanggung jawab ini seorang diri? Kendatipun saya sedang diuji, bukankah katanya pekerjaan kita ialah kerja tim?? Pekerjaan yang harus kita kerjakan bersama-sama. Bukanlah kerja keras satu pihak.
Dalam kerja tim, saya
sudah berusaha untuk tetap menjalin komunikasi dengan harapan membangun
kedekatan emosional dengan tim, berusaha untuk tetap menjaga semangat tim,
memberi motivasi. Banyak taktik, strategi yang sudah saya lakukan, tetapi arus
gelombang yang menghampiriku lebih deras dari taktik dan strategi yang ku
lakukan yang pada akhirnya berefek pada ketidak nyamanan dengan posisi/jabatan
yang saya emban. Entah buku apa yang harus saya baca, siapa sosok yang pantas
menjadi guruku, dimana tempat yang ideal menjadi sekolahku, apa media
pembalajaran yang harus disandingkan denganku agar aku bisa keluar dari zona
ketidaknyamanan ini, dari posisi pemimpin yang tidak didengar, yang hanya bisa
membuatku merasa tidak berdaya.
Apakah saya harus
melepaskan posisi pemimpin ini??? Lari dari posisi yang hanya memenjarakan saya
pada ketidaknyamanan?? Namun, lari bukanlah solusi atas semua ini, melepaskan
bukanlah akhir dari dunia ini, melainkan awal suatu kehidupan baru yang saya
pun tidak tahu apakah dengan melepaskan saya menjadi manusia yang bisa di
dengar atau tetap tidak di dengar. Lari dari posisi pemimpin bukanlah apa yang
saya impikan, karena saya hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan
untuk melakukan hal yang saya inginkan. Dan itu bukan lari dari posisi
pemimpin, tetapi saya akan tetap bertahan dan berpaling dari sosok
kepemimpinanku hari ini yang tidak cerdas melihat kondisi tim. Hingga saya pun
teringat dengan pernyataan Plato, bahwa “Perhatian
Seseorang Akan Mudah Diperoleh Jika Kita Menguasai Seni Berbicara”.
Artinya, Plato
mengajarkanku untuk belajar seni berbicara disamping lebih cerdas melihat
kondisi tim. Dengan belajar seni berbicara, memberikan harapan padaku untuk
beroleh perhatian setiap orang khususnya orang-orang yang ada dalam tim ku. Namun
demikian, Plato juga menasehatkan kepada orang-orang yang menguasai seni
berbicara agar tidak menaklukkan seseorang dan menjadikannya sebagai budak,
tetapi menuntun dia berproses dan membagikannya ilmu yang kita miliki. Secara
tidak langsung, plato menginginkan saya untuk belajar bersama, saling sharing
pengetahuan bersama tim ku dan tidak memanfaatkan seni berbicara sebagai alat
memperbudak. Juga Imam Ali (As), mengatakan bahwa, “ilmu adalah cahaya yang Allah berikan dalam hati yang Ia kehendaki”.
Artinya, ilmu itu suci. Tuhan tidak akan memberikan cahaya-Nya jika ilmu seni
berbicara hanya dimanfaatkan untuk memperbudak seseorang. Dengan belajar lebih
tekun lagi, berharap Tuhan akan menyertaiku, menyertai setiap langkahku,
mendekonstruksi sosok kepemimpinanku yang tidak cerdas melihat kondisi tim,
menghapus paradigma negatif dalam diriku, membimbingku menjadi garam dan terang
dunia, yang pada akhirnya menjadikanku sosok yang di dengar dalam tim ku,
bahkan dimanapun saya berada. Amin..:)
0 comments:
Post a Comment