Search This Blog

Monday, March 24, 2014

Refleksi dan Ambisi



Oleh:
Rizal Zekky Sitorus

Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ketempat-tempat kamu ingin pergi. Jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.

Kalimat ini membawa saya berkaca pada diriku. Realitas yang terjadi seolah saya dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia yang tidak di dengar. Saya menjadi tidak berdaya ketika dihadapkan dengan tanggung jawab yang saya emban hari ini. Terkadang saya merasa hanya menjadi kambing hitam untuk melaksanakan tanggung jawab ini. Namun, jika kita tinjau lebih dalam lagi bahwa tanggung jawab ini ialah tanggung jawab kita bersama. Bukan tanggung jawab yang hanya diembankan pada satu orang. Ataukah saya sedang di test? diuji untuk memikul  tanggung jawab ini seorang diri? Kendatipun saya sedang diuji, bukankah katanya pekerjaan kita ialah kerja tim?? Pekerjaan yang harus kita kerjakan bersama-sama. Bukanlah kerja keras satu pihak.

Dalam kerja tim, saya sudah berusaha untuk tetap menjalin komunikasi dengan harapan membangun kedekatan emosional dengan tim, berusaha untuk tetap menjaga semangat tim, memberi motivasi. Banyak taktik, strategi yang sudah saya lakukan, tetapi arus gelombang yang menghampiriku lebih deras dari taktik dan strategi yang ku lakukan yang pada akhirnya berefek pada ketidak nyamanan dengan posisi/jabatan yang saya emban. Entah buku apa yang harus saya baca, siapa sosok yang pantas menjadi guruku, dimana tempat yang ideal menjadi sekolahku, apa media pembalajaran yang harus disandingkan denganku agar aku bisa keluar dari zona ketidaknyamanan ini, dari posisi pemimpin yang tidak didengar, yang hanya bisa membuatku merasa tidak berdaya. 

Apakah saya harus melepaskan posisi pemimpin ini??? Lari dari posisi yang hanya memenjarakan saya pada ketidaknyamanan?? Namun, lari bukanlah solusi atas semua ini, melepaskan bukanlah akhir dari dunia ini, melainkan awal suatu kehidupan baru yang saya pun tidak tahu apakah dengan melepaskan saya menjadi manusia yang bisa di dengar atau tetap tidak di dengar. Lari dari posisi pemimpin bukanlah apa yang saya impikan, karena saya hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal yang saya inginkan. Dan itu bukan lari dari posisi pemimpin, tetapi saya akan tetap bertahan dan berpaling dari sosok kepemimpinanku hari ini yang tidak cerdas melihat kondisi tim. Hingga saya pun teringat dengan pernyataan Plato, bahwa “Perhatian Seseorang Akan Mudah Diperoleh Jika Kita Menguasai Seni Berbicara”.
  
Artinya, Plato mengajarkanku untuk belajar seni berbicara disamping lebih cerdas melihat kondisi tim. Dengan belajar seni berbicara, memberikan harapan padaku untuk beroleh perhatian setiap orang khususnya orang-orang yang ada dalam tim ku. Namun demikian, Plato juga menasehatkan kepada orang-orang yang menguasai seni berbicara agar tidak menaklukkan seseorang dan menjadikannya sebagai budak, tetapi menuntun dia berproses dan membagikannya ilmu yang kita miliki. Secara tidak langsung, plato menginginkan saya untuk belajar bersama, saling sharing pengetahuan bersama tim ku dan tidak memanfaatkan seni berbicara sebagai alat memperbudak. Juga Imam Ali (As), mengatakan bahwa, “ilmu adalah cahaya yang Allah berikan dalam hati yang Ia kehendaki”. 

Artinya, ilmu itu suci. Tuhan tidak akan memberikan cahaya-Nya jika ilmu seni berbicara hanya dimanfaatkan untuk memperbudak seseorang. Dengan belajar lebih tekun lagi, berharap Tuhan akan menyertaiku, menyertai setiap langkahku, mendekonstruksi sosok kepemimpinanku yang tidak cerdas melihat kondisi tim, menghapus paradigma negatif dalam diriku, membimbingku menjadi garam dan terang dunia, yang pada akhirnya menjadikanku sosok yang di dengar dalam tim ku, bahkan dimanapun saya berada. Amin..:)

0 comments:

Post a Comment