Search This Blog

 photo fix7_zps4b6e66ce.jpg'/>

Putra Batak

Manusia dinilai sisi intelektual dan spiritualnya, bukan citra.

 photo fix2_zps38b4d4c0.jpg'/>

Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Tidak taukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa roh Allah diam di dalam kamu??

 photo fix4_zps3016215f.jpg'/>

Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Timbangan dan Neraca yang betul adalah kepunyaan Tuhan, segala batu timbangan di dalam pundi-pundi adalah buatan-Nya.

 photo fix0_zpsf457a364.jpg'/>

Pelajar SMAN 03 MANDAU DURI-RIAU 2008

Iman,Pengharapan dan Kasih, dan yang paling besar adalah Kasih.

 photo fix1_zpsb819c16f.jpg'/>

Gunung merupakan wadah yang paling ideal untuk kita refleksi diri

Alam tidak akan pernah berbohong, pepohonan berwarna hijau ketika dia senang, banjir dan gejala alam akan datang ketika dia tidak senang.

Monday, November 9, 2015

"Kondisi Dilematis Mahasiswa"



Hidup ini selalu dihiasi dengan pilihan. Setiap pilihan yang kita putuskan akan berdampak positif atau negatif terhadap tujuan yang kita inginkan. Sehingga dibutuhkan suatu perencanaan dan pertimbangan yang matang sebelum menetapkan suatu keputusan. Katakana saja setiap hari kita harus memikirkan dan merencanakan apa yang akan kita lakukan esok, lusa dan seterusnya.
 Menjadi mahasiswa juga merupakan suatu pilihan. Ketika duduk dibangku sekolah kita dihadapkan pada banyak pilihan, apakah lanjut ke pendidikan tinggi, menjadi buruh, atau sesuatu yang lain. Namun, dengan memilih menjadi mahasiswa ternyata malah memperpanjang daftar pilihan yang harus kita pikirkan baik-baik. Menjadi mahasiswa kita diberi amanah dengan mengemban status “maha”, yang artinya status, karakter, peran, fungsi dan tanggung jawab kita pun bertambah. Setiap pribadi mahasiswa memiliki berbagai lakon yang harus dijalani. Tak jarang kita dihadapkan pada kondisi yang dilematis bahkan menghadirkan banyak konflik dalam diri kita sendiri.

Sebagai seorang individu kita memiliki cita-cita, harapan masa depan dan kebebasan untuk menjadi apa saja yang diinginkan. Namun, berbeda ketika kita berperan sebagai seorang anak yang mempunyai tanggungjawab terhadap orang tua untuk berbakti dan membahagiakannya. Orang tua memiliki harapan besar pada kita, contohnya keinginan orang tua untuk melihat anaknya cepat menyelesaikan studinya, cepat mendapatkan pekerjaan, cepat mendapatkan financial yang layak, untuk kehidupan yang lebih layak. 

Berbeda juga dalam kehidupan bermasyarakat, kita dihadapkan pada tanggungjawab intelektualitas. Kita mengemban peran untuk melaksanakan fungsi agent of change, social of control dan moral force yang senantiasa mengawasi jalannya roda kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita dihadapkan pada realitas kebangsaan dimana ketertindasan rakyat dan ketidakadilan masih saja terjadi. 

Seringkali lakon yang harus dijalani baik sebagai individu, sebagai anggota keluarga (anak) dan sebagai anggota masyarakat harus berbenturan. Kita dihadapkan pada pilihan tentang lakon apa yang harus kita prioritaskan untuk dijalani. Apakah kepentingan kita sebagai individu?? Atau kepentingan keluarga yang memiliki harapan besar pada kita?? Ataukah kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara ini??

Lakon yang dijalani mahasiswa memang sangat kompleks, namun bukan berarti membuat kita justru pesimis, membuat kita takut dalam bergerak. Rumit memang, namun bukan untuk dipersalahkan. Kita hanya perlu mengelola kondisi kemahasiswaan kita menjadi sebuah semangat, optimisme untuk memberikan bunga-bunga yang lebih indah lagi ditiap dinding kehidupan kita.

Sunday, November 8, 2015

"Kampus --> Mahasiswa Ideal"



“Ketika aku muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia. Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah. Maka cita-cita itu pun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku, namun tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan semangat yang masih tersisa kuputuskan untuk hanya mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku tapi celakanya, mereka pun tidak mau dirubah dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang tiba-tiba kusadari. Andaikan yang pertama-tama ku ubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku pun mampu mengubah negeriku. Kemudian siapa tahu, aku pun bahkan bisa mengubah dunia”. Kalimat tersebut adalah kalimat yang pernah diutarakan Elmir Amien, seorang Bishop Anglikan. Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno, saat ia muda juga mengatakan “Dan jikalau kita semua insyaf, bahwa dalam percerai-beraian itu letaknya benih perbudakan kita; jikalau kita semua insyaf, bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya ‘via dolorosa’; jikalau kita semua insyaf, bahwa Roh Rakyat Kita masih penuh kekuatan untuk menjujung diri menuju Sinar yang Satu yang berada di tengah-tengah kegelapan-gumpita yang mengelilingi kita ini,-- maka pastilah Persatuan itu terjadi, dan pastilah Sinar itu tercapai juga. Sebab Sinar itu dekat!”
Kalimat dua tokoh di atas adalah kalimat yang memiliki makna mendalam yang hendaknya menjadi inspirasi bagi setiap orang bangsa ini khususnya civitas akademika kampus untuk membangkitkan kembali Indonesia dari keterpurukan dan krisis multidimensional yang berkepanjangan. Sudah saatnya bangsa Indonesia menumbuhkembangkan kembali segala potensi yang keberadaanya semakin terpuruk.
 Perguruan Tinggi (PT) yang senantiasa menjunjung tinggi pancasila sebagai suatu dasar gerak dalam mengarungi bahtera pendidikan tentunya akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang tidak lain adalah cita-cita pendidikan bangsa ini. Permasalahan hari ini yang hadir di berbagai kampus adalah kurangnya implementasi-implementasi dari konsep cerdas yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Namun, kondisi kemahasiswaan  hari ini jauh dari harapan-harapan bambu runcing yang memerdekakan bangsa ini.
Mahasiswa adalah generasi yang paling riil untuk melanjutkan tonggak estafet pembangunan bangsa Indonesia ke arah yang lebih sejahtera dan bermartabat. Oleh karena itu kita membutuhkan sosok mahasiswa ideal yang memiliki jiwa loyalitas, integritas, dan kapabilitas yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya, bukan sosok mahasiswa karbitan dengan pemikiran yang serba instan dan jiwa yang kerdil. Untuk melahirkan mahasiswa ideal, tentunya harus ditopang dengan akhlak, moral yang baik, tingkat ilmu pengetahuan, wawasan, pola pikir, serta nilai pengabdian yang tinggi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi ditengah masyarakat.
 Kampus sebagai salah satu institusi pendidikan bertanggung jawab untuk mewujudkan manusia ideal yang dicita-citakan bangsa ini. Kerjasama seluruh civitas akademika kampus baik pihak birokrasi maupun lembaga kemahasiswaan berperan penting dalam melahirkan mahasiswa ideal. Sehingga  diperlukan suatu usaha sadar dan terus menerus dalam menyiapkan mahasiswa dalam suatu sistem pendidikan/pengkaderan yang terencana, terarah, terpadu, bertingkat dan berkesinambungan. Dengan demikian diharapkan terbentuknya mahasiswa yang memiliki kompetensi yang dicita-citakan.

Friday, November 6, 2015

"OPKL; Momentum yang Terlupakan"



 HIMATEPA UH sebagai lembaga kemahasiswaan yang berorientasi pada pengkaderan mempunyai fase pertumbuhan yang fluktuatif. Fase pertumbuhan yang baik adalah ketika lembaga kemahasiswaan menampilkan suasana keaktifan yang ditandai dengan berjalannya roda kelembagaan. Namun, bagaimana ketika HIMATEPA UH dihadapkan pada kondisi fase pasif?? Tentu ini tidak ingin diharapkan. Untuk mengurangi kadar fase pasif tersebut, salah satu solusi alternatif nya adalah dibutuhkan suatu “momentum”. Yah, momentum untuk menggerakkan kembali roda kelembagaan, momentum yang mampu menggerakkan massa teknologi pertanian untuk kita sama-sama bergerak. Untuk HIMATEPA UH, saya melihat “OPKL” memiliki peran besar sebagai suatu momentum yang mampu menggairahkan kembali roda kelembagaan. OPKL mampu menggerakkan seluruh elemen massa teknologi pertanian, baik anggota muda, anggota biasa, anggota istimewa bahkan anggota luar biasa. Seluruh anggota memberikan sumbangsih yang luar biasa, baik pemikiran, tenaga, bahkan materi. OPKL mewadahi seluruh anggota tekpert untuk duduk bersama memproyeksikan HIMATEPA kedepan. OPKL mampu membangun kebersamaan anggota tekpert. OPKL mampu meningkatkan ikatan emosional anggota tekpert yang dipayungi oleh semangat ke-tekpert-an yang terbahasakan oleh nilai-nilai kaderisasi yang tertanam, senantiasa tumbuh dan berkembang  dalam hati nurani mahasiswa tekpert.
 Fakta lain bahwa OPKL sebagai suatu momentum HIMATEPA UH adalah, selain mampu menggerakkan massa mulai dari pra-kegiatan, hari H-kegiatan, hingga pasca-kegiatan adalah efek sekunder dan efek tersier yang dipertontonkan setiap anggota pasca OPKL yang berimplikasi pada pemunculan tanda-tanda kehidupan lembaga. Tanda-tanda kehidupan yang menjadikan setiap anggota menemukan jati dirinya sebagai orang yang diserahi amanah untuk memikirkan dan melayani orang-orang disekitar. Tanda-tanda kehidupan yang mampu menggairahkan kembali potensi-potensi terpendam dalam diri seluruh anggota. Gairah yang menebarkan warna dinamis dan kreativitas yang kemudian mampu menjadi motivator untuk kita berkarya  dalam lingkaran Teknologi Pertanian Unhas.

Thursday, November 5, 2015

"Kenapa Jauh Sekali Kuliah di Makassar??"



Yah, pertanyaan ini lah yang paling sering muncul diawal perbincangan ku dengan setiap orang semenjak saya kuliah di Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar. Baik itu teman-teman yang ada di Sumatera, maupun teman baru yang ada di Makassar. Terkadang saya bosan untuk menjawabnya, karena setiap tahun harus menjawab pertanyaan yang sama. Seolah tidak ada lagi pertanyaan yang lain. Disamping itu, saya sendiri juga tidak yakin dengan jawabanku. Kenapa pada saat itu saya memilih UNHAS untuk melanjutkan studiku yang notabene saya tidak tahu banyak tentang kampus ini. Yang saya tahu pasti pada saat itu “saya hanya ingin kuliah”, tak peduli jurusan apa, kampus apa, dan di kota mana. Sekalipun itu tanpa ada sanak saudara yang dikenal.
 Namun, setelah saya lulus di UNHAS, menjalani hari demi hari, belajar mengenal kampus UNHAS, belajar mengenal kota Makassar, saya menjadi yakin bahwa pilihan ku sudah benar. Bagaimana tidak, di UNHAS kita bisa mengenal mahasiswa dari berbagai suku di Indonesia, kita bisa mendapati banyak mahasiswa-mahasiswa kritis, kreatif, inovatif dan kita juga diajar untuk kritis. Mahasiswa di UNHAS memiliki sikap militansi yang tinggi, baik militan dalam akademik, organisasi dan militansi sosial. Walaupun pernah ada kejadian tawuran antar fakultas, namun bukan berarti mahasiswa antar fakultas memiliki sekat-sekat. Justru sebaliknya mahasiswa UNHAS memiliki persaudaraan yang tinggi. Tidak hanya ditataran mahasiswa yang membuat saya kagum, namun kalangan dosen dan alumni juga sangat membanggakan. Dosen-dosennya banyak yang berprestasi, dan alumninya juga banyak yang bisa dibanggakan baik diskala regional maupun nasional.


Berbicara tentang kota Makassar, sudah barang tentu orang-orang banyak tahu bahwa mahasiswa Makassar sering berdemo. Yah, itu fakta yang tidak bisa dipungkiri. Namun, bila ditelisik bahwa “demo” merupakan salah satu bukti bahwa mahasiswa Makassar sangat konsen pada pengawalan isu-isu kekinian, mahasiswa Makassar peduli pada kondisi bangsa ini.

Kota Makassar yang sering disebut media sebagai kota yang tidak aman karena kekerasan, geng motor, dan sebagainya berbanding terbalik dengan apa yang saya lihat. Makassar kota aman, kota nyaman untuk ditinggali. Orang Makassar memiliki kepribadian yang keras tetapi baik untuk ditemani. Makassar memiliki banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi. Makassar memiliki ragam kuliner yang bisa dinikmati.

Masih banyak lagi hal lain yang membuat saya senang kuliah di Unhas dan tinggal di kota Makassar. Saking senang nya, saya sampai lupa kalau saya sudah Semester Akhir dan belum kelar juga. Unhas dan Makassar memiliki daya tarik tersendiri yang membuat saya kecanduan.