“kesulitan terbesar menulis tentang
tokoh-tokoh besar adalah karena mereka tidak pernah menulis tentang dirinya
sendiri. Mereka semua berbicara, mengajar dan bertindak”
Untuk menjawab
pertanyaan ini, saya tidak tahu harus menjawab apa hingga sampai kepada
substansi siapa saya sesungguhnya. Tetapi saya akan memulai memperkenalkan
tentang diriku dan keluargaku secara administratif. Nama saya Rizal Zekky
Suprapto Sitorus, biasa dipanggil Rizal. Jack, atau Bang Torus. Saya lahir di
sebuah kota kecil yang bernama kota Duri, tepatnya di Kecamatan Mandau,
Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada tanggal 25 September 1992. Hobby saya
adalah bermain catur dan membaca buku. Saya memiliki minat yang tinggi dalam
belajar. Secara
fisik, saat ini saya memiliki tinggi badan 167 cm dan berat badan 52 kg. Saya
memulai pendidikan di bangku Sekolah Dasar Negeri 021 Balai Makam Kecamatan
Mandau pada tahun 1999 yang bertempat di Provinsi Riau (kota Duri). Selanjutnya
di kota yang sama, pada tahun 2005 saya melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 04 Mandau. Setelah lulus SMP, saya melanjutkan
studi ke Sekolah Menangah Atas (SMA) Negeri 03 Mandau. Pada tahun 2011, saya
terdaftar menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Hasanuddin Makassar pada
program studi Ilmu Dan Teknologi Pangan
melalui jalur SNMPTN. Di
universitas ini saya juga menjadi salah satu mahasiswa yang mendapatkan
beasiswa bidik misi. Saya bersyukur bisa mendapatkan bantuan ini dari kampus,
karena sangat membantu perkuliahan saya.
Nama
ayah saya adalah M.Sitorus
dan Ibu saya R.Manurung. Ayah saya lahir pada tanggal 16 April 1953 di Parsambilan,
Silaen (Sumatera Utara) dan Ibu saya lahir pada tanggal
16 Oktober 1958 di Porsea (Sumatera Utara). Pendidikan terakhir ayah saya
adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Ibu saya Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pada tahun 1983, orang tua saya meninggalkan Sumatera Utara dan pindah ke
Provinsi Riau, tepatnya di kota Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis.
Hingga saat ini, keluargaku tinggal di Duri-Riau. Saya merupakan anak ke-6 (enam) dari 7
bersaudara. Saya memiliki 3 saudara pria
dan 3 saudara wanita. Saat ini dikeluargaku, 4 orang kakak saya (2 wanita dan 2 pria) sudah menikah (berkeluarga), dan 2 orang (saya dan kakak wanita saya) masih duduk di bangku kuliah, sementara adik lelaki
saya (anak terakhir) masih duduk di bangku Sekolah
Menengah Atas.
Saat ini, ayah saya
sudah tidak bisa lagi bekerja sebagai seorang buruh di perusahaan karena faktor
usia. Ayah saya bekerja sebagai seorang
pekerja serabutan (pekerjaan tak
menentu). Segala hal ia kerjakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami.
Terkadang ayah saya bekerja sebagai seorang kuli bangunan, terkadang bekerja di
kebun milik orang dan terkadang juga bekerja sebagai pemulung. Sementara Ibu
saya bekerja sebagai pedagang sayur di pasar. Penghasilan kedua orang tua saya
sangat tidak menentu. Tetapi saya sangat bersyukur, karena kami masih diberi
kecukupan.
Pada tahun 1998, saya mulai
mendaftar masuk Sekolah Dasar Negeri untuk pertama kali. Saya mengikuti test
menulis, berhitung, mengeja huruf A-Z, badan ditimbang, tinggi diukur dan saya
melulusi seluruh rangkaian test yang diberikan. Saya sangat senang pada saat
itu karena saya bisa melulusi rangkaian test. Saya pulang ke rumah dengan
anggapan saya pasti lulus. Tetapi pada hari H, ketika pengumuman hasil akhir,
saya dinyatakan tidak lulus. Alasannya pada saat itu bahwa aturan Pendidikan
Nasional tidak mengizinkan anak untuk masuk Sekolah Dasar jika belum berusia 7
tahun, kecuali anak tersebut pernah mengikuti TK (Taman Kanak-kanak). Sementara
saya pada saat itu belum genap berusia 7 tahun dan saya juga tidak
mengikuti TK. Setelah pengumuman itu,
saya sangat berkecil hati. Saya sangat tidak berterima dengan hasil itu. Saya
tetap meminta ibuku untuk tetap bersekolah. Saya meminta untuk mendaftar di
sekolah lain. Tetapi karena faktor ekonomi, orang tua saya memilih untuk tidak
mendaftarkan saya di sekolah lain karena sekolah negeri sudah tidak menerima
pendaftarn lagi, yang ada hanyalah sekolah swasta, sementara sekolah swasta
biayanya sangat mahal untuk perekonomian keluargaku. Sehingga saya harus
menunggu satu tahun lagi untuk mendaftar ulang Sekolah Dasar.
Pada tahun 1999, saya
mendaftar lagi masuk Sekolah Dasar. Saya mengikuti test, dan puji Tuhan saya
lulus. Namun kelulusan itu tidak memberikan rasa bangga pada diriku karena saya
sudah tahu bahwa saya pasti lulus. Setelah lulus SD, saya tidak memiliki
motivasi belajar, saya merasa kurang senang berada di sekolah tersebut, hingga
duduk di bangku kelas 3, saya tidak pernah masuk Ranking 10 besar di kelas.
Hingga kelas 3 SD itu juga aktivitas keseharian saya baik di rumah dan di
sekolah tidak ada yang produktiv yang bisa saya lakukan karena semua hari-hari
diisi dengan bermain. Hingga akhirnya pada suatu ketika ayah saya menasehati
saya sembari saya menemani dan membantunya membuat kandang ayam. Beliau
menasehati saya untuk bisa belajar dan berprestasi. Ia ingin kalau saya merubah
gaya hidup saya yang penuh dengan bermain. Semenjak itu, saya mulai rajin
belajar, mengurangi aktivitas bermain, dan sering membantu orang tuaku. Setelah
memasuki kelas 4 SD, saya mulai merasakan masuk ranking 10 besar di kelas. Saya
sangat senang dan ibu saya yang pada saat itu mengambil raport saya juga sangat
senang. Setelah tiba di rumah, ayah saya juga sangat senang mendengar kabar
kalau saya masuk ranking 10 besar di kelas. Bahkan, beliau memberi reward buat
saya, menghargai setiap mata pelajaran yang bernilai 8 ke atas dengan uang
Rp5000,-. Saya semakin termotivasi untuk tetap mendapatkan ranking di kelas.
Hingga pada saat duduk di kelas 5 SD saya meraih juara 2 di kelas. Saya merasa
bangga dengan prestasi itu. Orang tua dan saudara-saudara juga senang. Bahkan
ibu saya ingin kalau saya meminta apa saja sebagai hadiahku. Namun, hal itu
saya tolak karena menurutku bukanlah hadiah itu yang jadi motivasi saya untuk
tetap belajar, melainkan kebahagiaan merekalah. Kesenangan mereka ketika
mendengar kabar indah dari anak-anaknya. Pada saat duduk di bangku kelas 6 SD
prestasi saya menurun. Saya meraih ranking 4 di kelas pada saat itu. Namun,
orang tuaku tetap senang mendengarnya.
Ketika duduk di bangku
Sekolah Dasar, hingga kelas 2 SD saya merupakan anak yang sedikit pemalu. Saya
sulit bergaul dengan teman-teman kelasku apalagi jika harus bergaul dengan
teman-teman cewe kelasku. Tetapi mulai kelas 3 SD saya mulai mudah bergaul
dengan teman-teman cowo di kelasku. Mereka semua saya temani, mulai dari yang
nakal-hingga yang rajin belajar di kelas. Bahkan di akhir kelas 3 saya mulai
akrab dengan teman-teman cewenya. Ketika kelas 4 SD, permainan saya mulai
meluas, tidak lagi hanya di kelas ku saja, melainkan mulai merambah ke
kelas-kelas lainnya. Jenis permainan yang saya ikuti pun semakin banyak. Mulai
dari berbagai jenis permainan kartu, permainan kelereng, permainan karet,
permainan ikan laga, berbagai kegiatan olahraga, bahkan permainan bola kaki
yang awalnya saya hanya menjadi penonton berubah menjadi pemain. Teman-temanku
banyak yang senang bermain dengan ku. Tak jarang mereka berkunjung ke rumahku
dan begitu sebaliknya. Ketika kelas 5 SD pertemananku juga semakin banyak.
Hampir semua teman angkatanku saya kenal, mulai dari kelas A, B dan C. Kami
semua semakin akrab, sering kali kami anak-anak cowonya pergi ke sekolah lain
untuk bertanding bola kaki. Kendati pun semua anak dengan berbagai karakter
saya temani, mulai dari yang suka merokok, suka berkelahi, suka main judi dan
yang rajin belajar, itu tidak berpengaruh pada kegiatan pembelajaran saya di
kelas, saya tetap bisa mempertahankan masuk ranking 10 besar di kelas.
Pada saat SD, kegiatan
saya selain bersekolah ialah membantu orang tuaku bekerja di rumah. Tetapi
ketika liburan sekolah, saya manfaatkan dengan berjualan koran, menjadi juru
parkir di pertokoan tanpa sepengetahuan orang tua saya. Bahkan tak jarang juga
saya ikut mencari barang-barang bekas (menjadi pemulung) bersama dengan
teman-teman kampungku. Orang tua ku melarang kami bekerja ketika masih kecil,
dengan alasan bahwa mereka masih mampu memenuhi kebutuhan hidup kami. Katanya, :”jangan
buat malu bapak sama mamakmu! Nantilah bekerja mencari uang kalau sudah besar,
sekarang belajar lah dulu, sekolah baik-baik..!!”. Pesan itu saya “iya”kan di
depan mereka, tetapi sering kali pesan itu saya langgar. Saya tetap pergi
menjual koran dari pagi sampai siang, dan ketika telat bangun pagi saya menjadi
juru parkir. Hal itu saya lakukan karena hasil yang di dapatkan pada saat itu
cukup lumayan. Dari satu koran, saya mendapatkan seribu rupiah, majalah tiga
sampai lima ribu rupiah, sehingga penghasilan kita tergantung seberapa banyak koran
yang kita jual. Begitu juga dengan juru parkir, satu buah motor harganya lima
ratus rupiah dan mobil seribu rupiah.
Pekerjaan itu tetap
saya lakukan karena hal tersebut tidak diketahui orang tua saya. Karena pada
saat itu ayah saya masih bekerja di perusahaan dan pulangnya dua kali sebulan.
Sementara ibu saya setiap hari pergi berjualan sayur di pasar, pergi pagi pulang
siang dan terkadang sore hari. Sementara kakak-kakak saya juga tidak
mengetahuinya. Mereka hanya tahu kalau saya sedang pergi bermain.
Setelah lulus Sekolah
Dasar, saya ingin sekali melanjutkan sekolah di SMPN 2 karena nilai UAN dan UAS
ku pada saat itu lumayan baik dan saya prediksi kalau saya bisa lulus disana.
Tetapi hal tersebut tidak disetujui oleh ibu ku dengan alasan bahwa sekolah
tersebut terlalu jauh jaraknya dari rumah. Transportasi ke sekolah itu
menggunakan dua kali naik sambung angkot (angkutan kota) dan jika
dihitung-hitung pengeluaran untuk ku akan sangat besar per bulannya, sementara
kami anak-anaknya banyak yang bersekolah. Olehnya, ibuku lebih setuju saya
masuk sekolah SMPN 4 karena hanya menggunakan satu kali naik angkot. Saya pun
harus setuju dengan keputusan ibuku. Saya pergi mendaftar ke SMP sendiri tanpa
ditemani orang tuaku. Pada saat pengumuman, puji Tuhan saya lulus di SMP 4
tersebut.
Ketika berada di SMP 4,
saya merasa tidak senang. Karena dari awal saya memang tidak ada niat bersekolah
disitu. Kendati pun saya tidak senang dengan sekolah itu, saya tetap mengikuti
pelajaran yang diberikan dan prestasi akademik saya juga tidak terlalu buruk.
Sebut saja semester 1 kelas 1 saya dapat ranking 8, semester 2 kelas 1 saya
dapat ranking 5. Kelas 2 semester 1 dan 2 saya dapat ranking 4 dan kelas 3 saya
masuk kelas unggulan. Suatu kebanggaan tersendiri buat diriku, bahkan orang
tuaku sangat senang mendengarnya. Tetapi dibalik prestasi akademik itu,
aktivitas saya di sekolah hanyalah bermain, mengganggu adik kelas, cabut (bolos
sekolah) dan pernah juga ikut tawuran. Bahkan puncak kenakalan saya ketika
kelas 3 SMP, saya sangat malas masuk sekolah, saya masuk hanya 3x dalam
seminggu dan hampir 2x sebulan orang tua saya di panggil ke sekolah. Bahkan
karena sering tidak masuk sekolah, guru matematika ku menamaiku si “modus”,
angka yang paling sering muncul dalam istilah matematika, yang artinya saya
yang paling sering tidak hadir di kelas. Selain malas, hal lain yang membuat
saya sering tidak masuk ialah karena aturan sekolah yang terlalu ketat dan
terlalu disiplin. Masuk sekolah jam 06.50 WIB, tutup pagar jam 07.00 WIB dan
jika 3x terlambat wajib panggil orang tua. Selain itu, juga dilarang membawa
kendaraan pribadi ke sekolah. Sementara aktivitas saya pada saat itu sangat
sibuk di pagi hari dan jarak dari rumah ke sekolah juga cukup jauh. Setiap
subuh saya harus mengantar dan membantu ibu saya ke pasar. Pagi hari pembeli
sayur cukup banyak, makanya saya tidak mungkin meninggalkan ibu saya berjualan sendiri.
Sering kali saya membantu ibu hingga pukul 06.30 WIB dan tiba di rumah pukul
06.45 WIB. Hal inilah yang sering membuat saya telat ke sekolah. Tetapi ibu
tidak mengetahui jikalau saya sering terlambat ke sekolah. Jika sudah telat 3
kali, hal biasa yang saya lakukan adalah memanjat pagar sekolah bersama dengan
teman-teman. Karena jika masuk lewat pintu pagar utama, maka siap-siap untuk
memanggil orang tua terlebih dahulu barulah bisa masuk kelas. Hal lain selain
memanjat pagar, yang kami lakukan adalah bolos sekolah. Biasanya kami pergi ke
game center, pergi ke sekolah-sekolah lain, pergi bermain bilyard, pergi tarik
angkot, dan banyak lagi. Tetapi hal tersebut dilakukan tanpa menggunakan
seragam sekolah. Hal ini dikarenakan anak sekolah (pelajar) tidak boleh
berkeliaran pada saat jam belajar. Karena akan ditangkap oleh Satpol-PP. Jika
sudah tertangkap akan dibawa ke kantor camat, di panggil orang tua dan kepala
sekolah yang bersangkutan, dan bisa berakibat dikeluarkan dari sekolah.
Kendatipun orang tua saya
sering di panggil ke sekolah, saya tidak pernah memanggil mereka. Saya tidak
ingin merepotkan dan membuat malu mereka. Saya hanya ingin melihat mereka
senang. Ketika guru memanggil orang tua saya, yang saya panggil adalah abang
tetangga saya, teman-teman saya yang badannya besar, dan pernah juga tukang
ojek dekat sekolahan yang saya panggil. Mereka semua mengaku sebagai saudara
saya dan diterima oleh guruku. Saya tahu kalau saya berbohong, tetapi saya
tidak ingin merepotkan orang tuaku. Merepotkan ibu ku yang harus meninggalkan
jualannya hanya karena anaknya yang nakal, ayahku yang harus meninggalkan
pekerjaannya. Tentu ini akan sangat memalukan mereka jika harus mereka yang
saya panggil untuk masalah hanya karena sering telat ke sekolah. Saya tidak
tahu kenapa sebenarnya guru-guruku menerima mereka sebagai wakilku. Tetapi hal
yang saya ketahui adalah bahwa karena saya sudah memiliki hubungan yang dekat
dengan guru-guruku. Mereka mengenal saya sebagai seorang anak yang baik
meskipun saya sering tidak hadir di sekolah. Saya katakan hubungan kami baik
karena komunikasi kami yang baik di sekolah dan tak jarang juga mereka membeli
sayur dari saya ketika di pasar. Karena sepengetahuan saya, tidak ada guru yang
saya kenal tidak membeli sayur saya ketika dia melihat saya berjualan membantu
ibu saya di pasar.
Aktivitas saya ketika
SMP selain bersekolah, saya harus membantu orang tua dan mengikuti beberapa les
(kursus). Di waktu subuh saya mengantar dan membantu ibu saya ke pasar, pagi sampai
siang hari saya bersekolah, dan setiap pulang sekolah saya harus pergi mencari
makanan ternak kami, di sore hari saya pergi les bahasa inggris selama tiga
kali seminggu dan ikut les karate selama tiga kali seminggu juga. Setelah itu,
menjemput ibu saya dari pasar jika beliau belum pulang. Malam harinya saya isi
dengan bermain, terkadang mengerjakan tugas sekolah, dan jika di rumah saya isi
dengan bermain catur bersama ayah, abang dan adik, juga sangat sering malam
hari diisi dengan berbincang-bincang bersama keluarga kami. Jikalau berdiskusi
dengan ayah, beliau sangat sering memberi nasehat-nasehat buat kami
anak-anaknya. Ia sangat menekankan supaya kami hidup jujur dan selalu bersyukur
pada Tuhan dalam keadaan apa pun. Dalam memberi nasehat, tak jarang ia memberi
contoh dengan realitas kehidupan yang terjadi di sekitar kami.
Ketika SMP saya juga
sangat sering berkelahi. Sering kali teman saya meminta saya untuk menolongnya
jika dia punya masalah di sekolahnya. Jadi jika bolos sekolah, saya pergi ke
sekolahnya untuk menghajar lawannya. Saya sangat tidak suka kalau ada yang
mengganggu temanku. Saya akan selalu membantu teman-temanku semampuku dengan
syarat mereka tidak salah ataupun mencari masalah. Jadi wajar kalau saya punya
banyak musuh ketika SMP. Sehingga wajar juga kalau anak-anak nakal sekolahan tingkat
SMP hampir seantero Duri saya kenal.
Pada saat liburan SMP, aktivitas yang saya
lakukan membantu ibu berjualan di pasar, mencari kayu bakar bersama ayah dan
abang, mencari makanan ternak, dan sering juga menjual koran untuk menambah
uang saku. Tetapi menjual koran tetap tidak diketahui orang tua. Selain itu,
juga membantu paman berkebun. Saya sering diajak pergi ke kebun sawitnya. Saya
juga ikut membantu membuka lahan, membersihkan lahan, pembibitan sawit,
menanami, memupuk, dan lain-lain.
Setelah lulus dari SMP,
saya melanjutkan studi saya di SMAN 3 Mandau. Awalnya saya tidak ada niat untuk
masuk sekolah ini, karena sekolah ini bukan sekolah unggulan di kecamatanku.
Namun, karena nilai UN ku yang kurang memuaskan, dan setelah saya prediksi
bahwa saya lulus di SMA 3, saya memilih mendaftar di SMA 3. Saya tetap
bersyukur sama Tuhan karena banyak juga teman-teman saya yang tidak lulus masuk
ke sekolah ini. Hikmah yang bisa saya ambil adalah bahwa saya percaya Tuhan
pasti punya rencana indah buat saya di sekolah ini. Dan ternyata benar, setelah
masuk sekolah dan pembagian kelas, saya mendaftar masuk kelas unggulan dengan
melampirkan raport dan bukti prestasi yang pernah saya raih ketika SMP. Kelas
unggulannya merupakan kelas yang terdiri dari berbagai macam
spesialis-spesialis prestasi siswa. Misal, ada yang kategori kelompok prestasi
fisika, matematika, kimia, biologi, bahasa inggris, seni, olahraga. Semuanya
disatukan dalam satu kelas. Setelah verifikasi berkas, dan pada saat pengumuman
saya diterima di kelas unggulan dengan kategori spesialis bahasa inggris.
Pada saat semester 1
kelas 1, saya tidak masuk dalam ranking 10 besar. Tetapi pada saat semester 2
saya mendapat ranking 10 di kelas. Pada semester 1 kelas 2 saya mendapat ranking
4 dan semester 2 nya saya juara 3 kelas. Naik ke kelas 3 semester 1 saya hanya
nongol di ranking 8 dan semester terakhir saya mendapat ranking 6. Pada saat
SMA saya mulai masuk organisasi. Kelas 1, saya mendaftar OSIS dan puji Tuhan
saya lulus test masuk anggota OSIS. Tetapi pada saat kelas 2, minat saya
semakin berkurang dan akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan OSIS.
Ketika SMA, saya
memiliki pengalaman menjadi salah satu peserta olimpiade mewakili sekolahku
pada beberapa olimpiade. Sebut saja olimpiade matematika dan bahasa inggris
baik tingkat Kecamatan, Kabupaten hingga tingkat Provinsi. Ini merupakan
prestasi terbesar yang pernah saya dapatkan selama saya duduk di bangku
sekolah. Orang tua saya sangat senang dengan prestasi saya ini. Bahkan karena
hal ini, saya pernah menjadi buah bibir di lingkungan tempat tinggalku yang
menjadi bunga-bunga telinga buat orang tuaku. Prestasi ini saya anggap sebagai
kado dari Tuhan karena saya dari awal masuk sekolah sudah mengatakan bahwa
Tuhan punya rencana indah buat saya di sekolah ini. Karena jika saya berada di
sekolah lain, belum tentu saya bisa merasakan yang namanya menjadi peserta
olimpiade.
Ketika SMA, saya juga
masih sering terlambat ke sekolah. Namun hal tersebut masih bisa saya
atasi. Saya bercerita tentang kenapa
sampai saya terlambat dan para guru banyak yang mentolerirnya. Selama SMA saya
juga merupakan anak yang aktif. Aktivitas saya selama SMA hampir sama ketika
saya masih SMP. Namun perbedaannya saya sudah tidak nakal lagi. Saya lebih bersahaja
dimana pun saya berada. Setiap subuh, saya harus mengantar dan membantu ibu
saya ke pasar, pagi sampai siang bersekolah, pulang sekolah pergi mencari
makanan ternak, setelah itu pergi les bahasa inggris ataupun les karate,
kemudian pergi ke pasar menjemput ibunda tercinta jikalau beliau belum pulang
ke rumah. Selama SMA, banyak hal yang mulai saya rubah dalam hidupku. Mulai
dari sifat-sifat nakal ku. Mengurangi jam keluar malam ku. Semakin sering pergi
beribadah, sering baca firman Tuhan. Tetapi tetap berteman sama semua
teman-teman ku yang terdiri dari berbagai profesi, sifat, tingkah laku baik
positif maupun negatif. Tak satupun teman ku kutinggalin. Setelah naik ke kelas
2 SMA, les bahasa inggris dan les karate pun saya tinggalin. Sehingga saya
hanya fokus pada sekolah dan membantu orang tua.
Pada saat SMA, saya
mulai bekerja di pasar membantu membuka dan menutup jualan salah seorang
pedagang di pasar. Sehingga keseharian saya banyak habis di pasar. Subuh ke
pasar membantu membuka jualan ibu, setelah selesai saya membuka jualan tempat
saya bekerja. Siang hari setelah pulang sekolah, saya tetap mencari makanan
ternak, setelah itu saya langsung ke pasar membantu ibu. Terkadang jikalau saya
tidak pergi ke pasar, saya pergi ke tempat cucian mobil (door smeer) untuk
mencuci mobil. Hasil dari mencuci mobil saya gunakan untuk menambah uang saku
saya. Pada saat liburan SMA, saya isi dengan membantu ayah mencari kayu bakar
dan sering pergi ke kebun sawit paman ku. Saya sering di minta pergi ke kebunnya
untuk mencek kondisi kebun dan menemani pekerjanya mengelola kebun, baik
memupuk, membersihkan dan menjual hasil kebunnya. Ketika SMA, saya sudah mulai mengerjakan
Pekerjaan Rumah sendiri. Memasak nasi, mencuci baju, menyapu rumah, mencuci
piring, memotong rumput, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan kakak-kakak saya
sudah pergi merantau. Ada yang kuliah dan ada yang menikah. Sehingga yang
tinggal di rumah hanya ayah, ibu, saya dan adik.
Setelah lulus SMA pada
tahun 2011, saya berangkat ke Palembang untuk mengikuti Bimbingan Belajar
karena saya punya rencana ingin melanjutkan kuliah saya di Universitas
Sriwijaya berhubung karena abang saya berada di sana. Setelah beberapa minggu
di sana, dan pendaftaran SNMPTN telah dibuka. Namun, pada saat itu saya belum
mendaftar karena masih memilah-milah jurusan yang akan dipilih, universitas
tujuan saya serta perekonomian yang cukup untuk kedua-duanya. Cek per cek,
bahwa pendaftaran uang kuliah di Univ Sriwijaya yang saya inginkan cukup mahal
untuk perekonomian orang tuaku, begitu juga dengan beberapa universitas lainnya
di sumatera. Terlebih lagi dengan biaya perkuliahan di jawa, semuanya serba
mahal. Oleh karena itu, saya langsung mencek universitas-universitas di
Indonesia Timur. Dan berdasarkan hasil pengetahuan abangku bahwa Univ
hasanuddin ialah universitas yang terkenal di Indonesia Timur, saya langsung
mencek biaya perkuliahan di Unhas dan sepertinya sesuai dengan perekonomian
keluargaku. Saya memutuskan untuk memilih Unhas sebagai pilihan kedua ku dengan
asumsi pilihan jurusan yang ku pilih pasti lulus.
Pada saat itu saya
sangat ingin masuk jurusan teknik kimia. Sehingga pilihan pertama saya jatuh
pada teknik kimia universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Banten) dan pilihan kedua
Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin (Makassar). Setelah ujian
SNMPTN, saya berkeyakinan kalau saya pasti lulus di pilihan kedua yaitu Unhas.
Puji Syukur, pada saat pengumuman kelulusan SNMPTN, saya lulus di UNHAS pilihan
keduaku. Dan saya juga percaya bahwa Tuhan pasti punya rencana indah buat
diriku di Makassar. Saya percaya bahwa
Dia bekerja dalam hidupku. Saya sangat senang, orang tuaku dan
saudara-saudaraku juga sangat senang mendengarnya. Awalnya orang tuaku tidak
mengetahui kalau saya lulus di UNHAS-Makassar, mereka hanya tahu kalau saya
lulus SNMPTN. Namun, setelah mereka mengetahuinya ibundaku tercinta langsung
tidak setuju jika saya harus mengambil kelulusan ku di UNHAS dengan alasan
UNHAS terlalu jauh dan di Makassar itu orangnya keras. Selain itu juga karena
tidak ada seorang pun keluarga yang dikenal di Makassar. Hal itulah yang sangat
memberatkan ibu. Tetapi ayahanda mengizinkan saya dengan asumsi bahwa saya
harus bisa menjaga diri di Makassar. Beberapa hari saya berusaha menyakinkan
ibuku supaya saya bisa berkuliah di Unhas, hingga akhirnya ibu pun setuju dengan syarat saya harus bisa menjaga
diri di Makassar.
Setelah ibu setuju,
saya pun mengurus surat-surat, berkas dan segala hal yang akan saya bawa
nantinya ke Makassar. Ibu membelikan tas carier yang besar untuk tempat
barang-barang yang akan saya bawa ke Makassar. Saya sempat menolaknya karena
saya tidak suka membawa barang banyak-banyak dalam bepergian, saya tidak suka
yang ribet. Tetapi ibu ingin aku membawanya dan menyuruh membawa pakaian ku
yang cukup banyak, supaya kelak di Makassar saya tidak kekurangan pakaian.
Setelah semuanya selesai, saya pun siap untuk berangkat. Saya dan keluarga
makan dan berdoa bersama untuk keberangkatan saya. Setelah selesai berdoa, saya
pun berangkat naik mobil jemputan travel menuju kota Pekanbaru. 2 Malam singgah
di rumah kakak ku di Pekanbaru. Selanjutnya saya lanjut naik bus menuju kota
Palembang karena saya akan berangkat dari rumah abangku di Palembang.
Setibanya di Palembang,
abang mencari-cari teman yang ada di Makassar supaya bisa menjemput saya di
bandara nantinya. Akhirnya di dapatilah salah seorang pendeta di Makassar.
Beliau bersedia menjemput saya di bandara. Sembari abang mencari kenalan, saya
juga mencari kenalan lewat media sosial. Dan puji Tuhan, 3 hari sebelum pesawat
berangkat saya mendapat kenalan mahasiswa yang berasal dari Sumatera Utara dan
kebetulan ia juga orang Batak. Singkat cerita perkenalan kami, 1 hari sebelum
pesawat berangkat saya mendapat kenalan seorang mahasiswa yang pasti ini
rencana Tuhan (bukan suatu kebetulan) yang berasal dari satu Provinsi ku,
bahkan satu kecamatan, satu kota, satu SMA dan satu SMP dengan saya, hanya saja
kami tidak pernah bertemu sebelumnya di kampung halaman. Beliau sudah lulus
SMA, baru saya masuk. Makanya kami tidak pernah bertemu. Malamnya sebelum
berangkat, beliau menelfon dan bersedia menjemput saya di bandara. Saya sangat
senang mendengarnya karena akhirnya saya punya kenalan di Makassar. Setelah itu
saya packing ulang barang yang akan saya bawa ke Makassar. Saya memutuskan
untuk tidak membawa tas carier pemberian ibu saya, karena terlalu besar dan
ribet menurut saya. Saya hanya membawa beberapa lembar baju dan celana di dalam
satu tas ransel/depek dan satu tas kecil tempat ijazah ku.
Subuhnya jam 04.30 WIB
setelah selesai berdoa, saya diantar oleh abangku ke bandara. Saya check-in dan
pukul 06.00 WIB pesawat berangkat dan pada pukul 07,30 WIB pesawat tiba di
Jakarta. Selanjutnya pukul 13.00 WIB pesawat meninggalkan Jakarta dan pukul
15.30 WITA, pesawat tiba di Makassar. Saya mengucap syukur pada Tuhan karena
saya tiba dengan selamat. Sesampainya di bandara, temannya bapak pendeta
menelfon ingin menjemput, bersamaan dengan itu mahasiswa yang berasal dari
kampong ku itu menelfon juga. Saya memilih bersama mahasiswa tersebut karena
dia lebih dulu tiba di bandara, sementara temannya pak pendeta baru mau
berangkat ke bandara. Setelah dijemput, saya di bawa ke rumah sal seorang
keluarga batak dekat bandara, sekaligus ia perkenalkan saya dengan
mahasiswa-mahasiswa batak yang dari sumatera. Setelah itu kami pulang dan saya
tinggal bersama abang itu di kostannya. Dia membantu saya dalam daftar ulang,
meminjamkan laptopnya untuk kerja tugas dan masih banyak lagi. Singkat cerita,
sampe sekarang saya dan mereka (para mahasiswa batak) masih sering bersama.
Sekarang saya berada
pada tingkat semester 5. Aktivitas saya hanya sibuk belajar di ruang kuliah dan
belajar organisasi. Kendati pun saya pernah mengajar di salah satu tempat
bimbingan belajar di Makassar, namun saya meninggalkannya. Saat ini saya hanya
ingin fokus belajar. Jika ditanya apa harapan saya dalam lima tahun ke depan,
jelas saya punya rencana hidup. Rencana dan harapan saya kedepannya adalah,
saya berharap bisa sarjana paling lama 3 tahun lagi (2016) dan kalau bisa tahun
2 tahun lagi (2015) dengan target IPK minimal 3,5. Setelah itu, saya memulai
melamar pekerjaan dan penghasilan saya akan saya tabung untuk pernikahan dan
membuka usaha perkebunan sawit. Saya berencana menikah pada tahun 2020 dan pada
tahun 2021 saya sudah harus memiliki rumah sendiri. Jadi, saya punya waktu 5-6
tahun menabung setelah lulus untuk bisa menikah. Saya percaya bahwa Tuhan bisa
kabulkan harapan saya karena saya yakin saat ini Tuhan sedang bekerja dalam
hidupku. Amiin..:)