Search This Blog

 photo fix7_zps4b6e66ce.jpg'/>

Putra Batak

Manusia dinilai sisi intelektual dan spiritualnya, bukan citra.

 photo fix2_zps38b4d4c0.jpg'/>

Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Tidak taukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa roh Allah diam di dalam kamu??

 photo fix4_zps3016215f.jpg'/>

Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin Makassar 2011

Timbangan dan Neraca yang betul adalah kepunyaan Tuhan, segala batu timbangan di dalam pundi-pundi adalah buatan-Nya.

 photo fix0_zpsf457a364.jpg'/>

Pelajar SMAN 03 MANDAU DURI-RIAU 2008

Iman,Pengharapan dan Kasih, dan yang paling besar adalah Kasih.

 photo fix1_zpsb819c16f.jpg'/>

Gunung merupakan wadah yang paling ideal untuk kita refleksi diri

Alam tidak akan pernah berbohong, pepohonan berwarna hijau ketika dia senang, banjir dan gejala alam akan datang ketika dia tidak senang.

Monday, February 24, 2014

"Siapa Aku?? dan Apa Harapanku??"




“kesulitan terbesar menulis tentang tokoh-tokoh besar adalah karena mereka tidak pernah menulis tentang dirinya sendiri. Mereka semua berbicara, mengajar dan bertindak”

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya tidak tahu harus menjawab apa hingga sampai kepada substansi siapa saya sesungguhnya. Tetapi saya akan memulai memperkenalkan tentang diriku dan keluargaku secara administratif. Nama saya Rizal Zekky Suprapto Sitorus, biasa dipanggil Rizal. Jack, atau Bang Torus. Saya lahir di sebuah kota kecil yang bernama kota Duri, tepatnya di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada tanggal 25 September 1992. Hobby saya adalah bermain catur dan membaca buku. Saya memiliki minat yang tinggi dalam belajar. Secara fisik, saat ini saya memiliki tinggi badan 167 cm dan berat badan 52 kg. Saya memulai pendidikan di bangku Sekolah Dasar Negeri 021 Balai Makam Kecamatan Mandau pada tahun 1999 yang bertempat di Provinsi Riau (kota Duri). Selanjutnya di kota yang sama, pada tahun 2005 saya melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 04 Mandau. Setelah lulus SMP, saya melanjutkan studi ke Sekolah Menangah Atas (SMA) Negeri 03 Mandau. Pada tahun 2011, saya terdaftar menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Hasanuddin Makassar pada program studi Ilmu Dan Teknologi Pangan  melalui jalur SNMPTN.  Di universitas ini saya juga menjadi salah satu mahasiswa yang mendapatkan beasiswa bidik misi. Saya bersyukur bisa  mendapatkan bantuan ini dari kampus, karena sangat membantu perkuliahan saya. 




Nama ayah saya adalah M.Sitorus dan Ibu saya R.Manurung. Ayah saya lahir pada tanggal 16 April 1953 di Parsambilan, Silaen (Sumatera Utara) dan Ibu saya lahir pada tanggal 16 Oktober 1958 di Porsea (Sumatera Utara). Pendidikan terakhir ayah saya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Ibu saya Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada tahun 1983, orang tua saya meninggalkan Sumatera Utara dan pindah ke Provinsi Riau, tepatnya di kota Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Hingga saat ini, keluargaku tinggal di Duri-Riau. Saya merupakan anak ke-6 (enam) dari 7 bersaudara.  Saya memiliki 3 saudara pria dan 3 saudara wanita. Saat ini dikeluargaku, 4 orang kakak saya (2 wanita dan 2 pria) sudah menikah (berkeluarga), dan 2 orang (saya dan kakak wanita saya) masih duduk di bangku kuliah, sementara adik lelaki saya (anak terakhir) masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Saat ini, ayah saya sudah tidak bisa lagi bekerja sebagai seorang buruh di perusahaan karena faktor usia. Ayah saya bekerja sebagai seorang pekerja serabutan (pekerjaan tak menentu). Segala hal ia kerjakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami. Terkadang ayah saya bekerja sebagai seorang kuli bangunan, terkadang bekerja di kebun milik orang dan terkadang juga bekerja sebagai pemulung. Sementara Ibu saya bekerja sebagai pedagang sayur di pasar. Penghasilan kedua orang tua saya sangat tidak menentu. Tetapi saya sangat bersyukur, karena kami masih diberi kecukupan.
Pada tahun 1998, saya mulai mendaftar masuk Sekolah Dasar Negeri untuk pertama kali. Saya mengikuti test menulis, berhitung, mengeja huruf A-Z, badan ditimbang, tinggi diukur dan saya melulusi seluruh rangkaian test yang diberikan. Saya sangat senang pada saat itu karena saya bisa melulusi rangkaian test. Saya pulang ke rumah dengan anggapan saya pasti lulus. Tetapi pada hari H, ketika pengumuman hasil akhir, saya dinyatakan tidak lulus. Alasannya pada saat itu bahwa aturan Pendidikan Nasional tidak mengizinkan anak untuk masuk Sekolah Dasar jika belum berusia 7 tahun, kecuali anak tersebut pernah mengikuti TK (Taman Kanak-kanak). Sementara saya pada saat itu belum genap berusia 7 tahun dan saya juga tidak mengikuti  TK. Setelah pengumuman itu, saya sangat berkecil hati. Saya sangat tidak berterima dengan hasil itu. Saya tetap meminta ibuku untuk tetap bersekolah. Saya meminta untuk mendaftar di sekolah lain. Tetapi karena faktor ekonomi, orang tua saya memilih untuk tidak mendaftarkan saya di sekolah lain karena sekolah negeri sudah tidak menerima pendaftarn lagi, yang ada hanyalah sekolah swasta, sementara sekolah swasta biayanya sangat mahal untuk perekonomian keluargaku. Sehingga saya harus menunggu satu tahun lagi untuk mendaftar ulang Sekolah Dasar.
Pada tahun 1999, saya mendaftar lagi masuk Sekolah Dasar. Saya mengikuti test, dan puji Tuhan saya lulus. Namun kelulusan itu tidak memberikan rasa bangga pada diriku karena saya sudah tahu bahwa saya pasti lulus. Setelah lulus SD, saya tidak memiliki motivasi belajar, saya merasa kurang senang berada di sekolah tersebut, hingga duduk di bangku kelas 3, saya tidak pernah masuk Ranking 10 besar di kelas. Hingga kelas 3 SD itu juga aktivitas keseharian saya baik di rumah dan di sekolah tidak ada yang produktiv yang bisa saya lakukan karena semua hari-hari diisi dengan bermain. Hingga akhirnya pada suatu ketika ayah saya menasehati saya sembari saya menemani dan membantunya membuat kandang ayam. Beliau menasehati saya untuk bisa belajar dan berprestasi. Ia ingin kalau saya merubah gaya hidup saya yang penuh dengan bermain. Semenjak itu, saya mulai rajin belajar, mengurangi aktivitas bermain, dan sering membantu orang tuaku. Setelah memasuki kelas 4 SD, saya mulai merasakan masuk ranking 10 besar di kelas. Saya sangat senang dan ibu saya yang pada saat itu mengambil raport saya juga sangat senang. Setelah tiba di rumah, ayah saya juga sangat senang mendengar kabar kalau saya masuk ranking 10 besar di kelas. Bahkan, beliau memberi reward buat saya, menghargai setiap mata pelajaran yang bernilai 8 ke atas dengan uang Rp5000,-. Saya semakin termotivasi untuk tetap mendapatkan ranking di kelas. Hingga pada saat duduk di kelas 5 SD saya meraih juara 2 di kelas. Saya merasa bangga dengan prestasi itu. Orang tua dan saudara-saudara juga senang. Bahkan ibu saya ingin kalau saya meminta apa saja sebagai hadiahku. Namun, hal itu saya tolak karena menurutku bukanlah hadiah itu yang jadi motivasi saya untuk tetap belajar, melainkan kebahagiaan merekalah. Kesenangan mereka ketika mendengar kabar indah dari anak-anaknya. Pada saat duduk di bangku kelas 6 SD prestasi saya menurun. Saya meraih ranking 4 di kelas pada saat itu. Namun, orang tuaku tetap senang mendengarnya.
Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, hingga kelas 2 SD saya merupakan anak yang sedikit pemalu. Saya sulit bergaul dengan teman-teman kelasku apalagi jika harus bergaul dengan teman-teman cewe kelasku. Tetapi mulai kelas 3 SD saya mulai mudah bergaul dengan teman-teman cowo di kelasku. Mereka semua saya temani, mulai dari yang nakal-hingga yang rajin belajar di kelas. Bahkan di akhir kelas 3 saya mulai akrab dengan teman-teman cewenya. Ketika kelas 4 SD, permainan saya mulai meluas, tidak lagi hanya di kelas ku saja, melainkan mulai merambah ke kelas-kelas lainnya. Jenis permainan yang saya ikuti pun semakin banyak. Mulai dari berbagai jenis permainan kartu, permainan kelereng, permainan karet, permainan ikan laga, berbagai kegiatan olahraga, bahkan permainan bola kaki yang awalnya saya hanya menjadi penonton berubah menjadi pemain. Teman-temanku banyak yang senang bermain dengan ku. Tak jarang mereka berkunjung ke rumahku dan begitu sebaliknya. Ketika kelas 5 SD pertemananku juga semakin banyak. Hampir semua teman angkatanku saya kenal, mulai dari kelas A, B dan C. Kami semua semakin akrab, sering kali kami anak-anak cowonya pergi ke sekolah lain untuk bertanding bola kaki. Kendati pun semua anak dengan berbagai karakter saya temani, mulai dari yang suka merokok, suka berkelahi, suka main judi dan yang rajin belajar, itu tidak berpengaruh pada kegiatan pembelajaran saya di kelas, saya tetap bisa mempertahankan masuk ranking 10 besar di kelas.
Pada saat SD, kegiatan saya selain bersekolah ialah membantu orang tuaku bekerja di rumah. Tetapi ketika liburan sekolah, saya manfaatkan dengan berjualan koran, menjadi juru parkir di pertokoan tanpa sepengetahuan orang tua saya. Bahkan tak jarang juga saya ikut mencari barang-barang bekas (menjadi pemulung) bersama dengan teman-teman kampungku. Orang tua ku melarang kami bekerja ketika masih kecil, dengan alasan bahwa mereka masih mampu memenuhi kebutuhan hidup kami. Katanya, :”jangan buat malu bapak sama mamakmu! Nantilah bekerja mencari uang kalau sudah besar, sekarang belajar lah dulu, sekolah baik-baik..!!”. Pesan itu saya “iya”kan di depan mereka, tetapi sering kali pesan itu saya langgar. Saya tetap pergi menjual koran dari pagi sampai siang, dan ketika telat bangun pagi saya menjadi juru parkir. Hal itu saya lakukan karena hasil yang di dapatkan pada saat itu cukup lumayan. Dari satu koran, saya mendapatkan seribu rupiah, majalah tiga sampai lima ribu rupiah, sehingga penghasilan kita tergantung seberapa banyak koran yang kita jual. Begitu juga dengan juru parkir, satu buah motor harganya lima ratus rupiah dan mobil seribu rupiah.
Pekerjaan itu tetap saya lakukan karena hal tersebut tidak diketahui orang tua saya. Karena pada saat itu ayah saya masih bekerja di perusahaan dan pulangnya dua kali sebulan. Sementara ibu saya setiap hari pergi berjualan sayur di pasar, pergi pagi pulang siang dan terkadang sore hari. Sementara kakak-kakak saya juga tidak mengetahuinya. Mereka hanya tahu kalau saya sedang pergi bermain.
Setelah lulus Sekolah Dasar, saya ingin sekali melanjutkan sekolah di SMPN 2 karena nilai UAN dan UAS ku pada saat itu lumayan baik dan saya prediksi kalau saya bisa lulus disana. Tetapi hal tersebut tidak disetujui oleh ibu ku dengan alasan bahwa sekolah tersebut terlalu jauh jaraknya dari rumah. Transportasi ke sekolah itu menggunakan dua kali naik sambung angkot (angkutan kota) dan jika dihitung-hitung pengeluaran untuk ku akan sangat besar per bulannya, sementara kami anak-anaknya banyak yang bersekolah. Olehnya, ibuku lebih setuju saya masuk sekolah SMPN 4 karena hanya menggunakan satu kali naik angkot. Saya pun harus setuju dengan keputusan ibuku. Saya pergi mendaftar ke SMP sendiri tanpa ditemani orang tuaku. Pada saat pengumuman, puji Tuhan saya lulus di SMP 4 tersebut.
Ketika berada di SMP 4, saya merasa tidak senang. Karena dari awal saya memang tidak ada niat bersekolah disitu. Kendati pun saya tidak senang dengan sekolah itu, saya tetap mengikuti pelajaran yang diberikan dan prestasi akademik saya juga tidak terlalu buruk. Sebut saja semester 1 kelas 1 saya dapat ranking 8, semester 2 kelas 1 saya dapat ranking 5. Kelas 2 semester 1 dan 2 saya dapat ranking 4 dan kelas 3 saya masuk kelas unggulan. Suatu kebanggaan tersendiri buat diriku, bahkan orang tuaku sangat senang mendengarnya. Tetapi dibalik prestasi akademik itu, aktivitas saya di sekolah hanyalah bermain, mengganggu adik kelas, cabut (bolos sekolah) dan pernah juga ikut tawuran. Bahkan puncak kenakalan saya ketika kelas 3 SMP, saya sangat malas masuk sekolah, saya masuk hanya 3x dalam seminggu dan hampir 2x sebulan orang tua saya di panggil ke sekolah. Bahkan karena sering tidak masuk sekolah, guru matematika ku menamaiku si “modus”, angka yang paling sering muncul dalam istilah matematika, yang artinya saya yang paling sering tidak hadir di kelas. Selain malas, hal lain yang membuat saya sering tidak masuk ialah karena aturan sekolah yang terlalu ketat dan terlalu disiplin. Masuk sekolah jam 06.50 WIB, tutup pagar jam 07.00 WIB dan jika 3x terlambat wajib panggil orang tua. Selain itu, juga dilarang membawa kendaraan pribadi ke sekolah. Sementara aktivitas saya pada saat itu sangat sibuk di pagi hari dan jarak dari rumah ke sekolah juga cukup jauh. Setiap subuh saya harus mengantar dan membantu ibu saya ke pasar. Pagi hari pembeli sayur cukup banyak, makanya saya tidak mungkin meninggalkan ibu saya berjualan sendiri. Sering kali saya membantu ibu hingga pukul 06.30 WIB dan tiba di rumah pukul 06.45 WIB. Hal inilah yang sering membuat saya telat ke sekolah. Tetapi ibu tidak mengetahui jikalau saya sering terlambat ke sekolah. Jika sudah telat 3 kali, hal biasa yang saya lakukan adalah memanjat pagar sekolah bersama dengan teman-teman. Karena jika masuk lewat pintu pagar utama, maka siap-siap untuk memanggil orang tua terlebih dahulu barulah bisa masuk kelas. Hal lain selain memanjat pagar, yang kami lakukan adalah bolos sekolah. Biasanya kami pergi ke game center, pergi ke sekolah-sekolah lain, pergi bermain bilyard, pergi tarik angkot, dan banyak lagi. Tetapi hal tersebut dilakukan tanpa menggunakan seragam sekolah. Hal ini dikarenakan anak sekolah (pelajar) tidak boleh berkeliaran pada saat jam belajar. Karena akan ditangkap oleh Satpol-PP. Jika sudah tertangkap akan dibawa ke kantor camat, di panggil orang tua dan kepala sekolah yang bersangkutan, dan bisa berakibat dikeluarkan dari sekolah.
Kendatipun orang tua saya sering di panggil ke sekolah, saya tidak pernah memanggil mereka. Saya tidak ingin merepotkan dan membuat malu mereka. Saya hanya ingin melihat mereka senang. Ketika guru memanggil orang tua saya, yang saya panggil adalah abang tetangga saya, teman-teman saya yang badannya besar, dan pernah juga tukang ojek dekat sekolahan yang saya panggil. Mereka semua mengaku sebagai saudara saya dan diterima oleh guruku. Saya tahu kalau saya berbohong, tetapi saya tidak ingin merepotkan orang tuaku. Merepotkan ibu ku yang harus meninggalkan jualannya hanya karena anaknya yang nakal, ayahku yang harus meninggalkan pekerjaannya. Tentu ini akan sangat memalukan mereka jika harus mereka yang saya panggil untuk masalah hanya karena sering telat ke sekolah. Saya tidak tahu kenapa sebenarnya guru-guruku menerima mereka sebagai wakilku. Tetapi hal yang saya ketahui adalah bahwa karena saya sudah memiliki hubungan yang dekat dengan guru-guruku. Mereka mengenal saya sebagai seorang anak yang baik meskipun saya sering tidak hadir di sekolah. Saya katakan hubungan kami baik karena komunikasi kami yang baik di sekolah dan tak jarang juga mereka membeli sayur dari saya ketika di pasar. Karena sepengetahuan saya, tidak ada guru yang saya kenal tidak membeli sayur saya ketika dia melihat saya berjualan membantu ibu saya di pasar.
Aktivitas saya ketika SMP selain bersekolah, saya harus membantu orang tua dan mengikuti beberapa les (kursus). Di waktu subuh saya mengantar dan membantu ibu saya ke pasar, pagi sampai siang hari saya bersekolah, dan setiap pulang sekolah saya harus pergi mencari makanan ternak kami, di sore hari saya pergi les bahasa inggris selama tiga kali seminggu dan ikut les karate selama tiga kali seminggu juga. Setelah itu, menjemput ibu saya dari pasar jika beliau belum pulang. Malam harinya saya isi dengan bermain, terkadang mengerjakan tugas sekolah, dan jika di rumah saya isi dengan bermain catur bersama ayah, abang dan adik, juga sangat sering malam hari diisi dengan berbincang-bincang bersama keluarga kami. Jikalau berdiskusi dengan ayah, beliau sangat sering memberi nasehat-nasehat buat kami anak-anaknya. Ia sangat menekankan supaya kami hidup jujur dan selalu bersyukur pada Tuhan dalam keadaan apa pun. Dalam memberi nasehat, tak jarang ia memberi contoh dengan realitas kehidupan yang terjadi di sekitar kami.
Ketika SMP saya juga sangat sering berkelahi. Sering kali teman saya meminta saya untuk menolongnya jika dia punya masalah di sekolahnya. Jadi jika bolos sekolah, saya pergi ke sekolahnya untuk menghajar lawannya. Saya sangat tidak suka kalau ada yang mengganggu temanku. Saya akan selalu membantu teman-temanku semampuku dengan syarat mereka tidak salah ataupun mencari masalah. Jadi wajar kalau saya punya banyak musuh ketika SMP. Sehingga wajar juga kalau anak-anak nakal sekolahan tingkat SMP hampir seantero Duri saya kenal.
 Pada saat liburan SMP, aktivitas yang saya lakukan membantu ibu berjualan di pasar, mencari kayu bakar bersama ayah dan abang, mencari makanan ternak, dan sering juga menjual koran untuk menambah uang saku. Tetapi menjual koran tetap tidak diketahui orang tua. Selain itu, juga membantu paman berkebun. Saya sering diajak pergi ke kebun sawitnya. Saya juga ikut membantu membuka lahan, membersihkan lahan, pembibitan sawit, menanami, memupuk, dan lain-lain.
Setelah lulus dari SMP, saya melanjutkan studi saya di SMAN 3 Mandau. Awalnya saya tidak ada niat untuk masuk sekolah ini, karena sekolah ini bukan sekolah unggulan di kecamatanku. Namun, karena nilai UN ku yang kurang memuaskan, dan setelah saya prediksi bahwa saya lulus di SMA 3, saya memilih mendaftar di SMA 3. Saya tetap bersyukur sama Tuhan karena banyak juga teman-teman saya yang tidak lulus masuk ke sekolah ini. Hikmah yang bisa saya ambil adalah bahwa saya percaya Tuhan pasti punya rencana indah buat saya di sekolah ini. Dan ternyata benar, setelah masuk sekolah dan pembagian kelas, saya mendaftar masuk kelas unggulan dengan melampirkan raport dan bukti prestasi yang pernah saya raih ketika SMP. Kelas unggulannya merupakan kelas yang terdiri dari berbagai macam spesialis-spesialis prestasi siswa. Misal, ada yang kategori kelompok prestasi fisika, matematika, kimia, biologi, bahasa inggris, seni, olahraga. Semuanya disatukan dalam satu kelas. Setelah verifikasi berkas, dan pada saat pengumuman saya diterima di kelas unggulan dengan kategori spesialis bahasa inggris.
Pada saat semester 1 kelas 1, saya tidak masuk dalam ranking 10 besar. Tetapi pada saat semester 2 saya mendapat ranking 10 di kelas. Pada semester 1 kelas 2 saya mendapat ranking 4 dan semester 2 nya saya juara 3 kelas. Naik ke kelas 3 semester 1 saya hanya nongol di ranking 8 dan semester terakhir saya mendapat ranking 6. Pada saat SMA saya mulai masuk organisasi. Kelas 1, saya mendaftar OSIS dan puji Tuhan saya lulus test masuk anggota OSIS. Tetapi pada saat kelas 2, minat saya semakin berkurang dan akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan OSIS.
Ketika SMA, saya memiliki pengalaman menjadi salah satu peserta olimpiade mewakili sekolahku pada beberapa olimpiade. Sebut saja olimpiade matematika dan bahasa inggris baik tingkat Kecamatan, Kabupaten hingga tingkat Provinsi. Ini merupakan prestasi terbesar yang pernah saya dapatkan selama saya duduk di bangku sekolah. Orang tua saya sangat senang dengan prestasi saya ini. Bahkan karena hal ini, saya pernah menjadi buah bibir di lingkungan tempat tinggalku yang menjadi bunga-bunga telinga buat orang tuaku. Prestasi ini saya anggap sebagai kado dari Tuhan karena saya dari awal masuk sekolah sudah mengatakan bahwa Tuhan punya rencana indah buat saya di sekolah ini. Karena jika saya berada di sekolah lain, belum tentu saya bisa merasakan yang namanya menjadi peserta olimpiade.
Ketika SMA, saya juga masih sering terlambat ke sekolah. Namun hal tersebut masih bisa saya atasi.  Saya bercerita tentang kenapa sampai saya terlambat dan para guru banyak yang mentolerirnya. Selama SMA saya juga merupakan anak yang aktif. Aktivitas saya selama SMA hampir sama ketika saya masih SMP. Namun perbedaannya saya sudah tidak nakal lagi. Saya lebih bersahaja dimana pun saya berada. Setiap subuh, saya harus mengantar dan membantu ibu saya ke pasar, pagi sampai siang bersekolah, pulang sekolah pergi mencari makanan ternak, setelah itu pergi les bahasa inggris ataupun les karate, kemudian pergi ke pasar menjemput ibunda tercinta jikalau beliau belum pulang ke rumah. Selama SMA, banyak hal yang mulai saya rubah dalam hidupku. Mulai dari sifat-sifat nakal ku. Mengurangi jam keluar malam ku. Semakin sering pergi beribadah, sering baca firman Tuhan. Tetapi tetap berteman sama semua teman-teman ku yang terdiri dari berbagai profesi, sifat, tingkah laku baik positif maupun negatif. Tak satupun teman ku kutinggalin. Setelah naik ke kelas 2 SMA, les bahasa inggris dan les karate pun saya tinggalin. Sehingga saya hanya fokus pada sekolah dan membantu orang tua.
Pada saat SMA, saya mulai bekerja di pasar membantu membuka dan menutup jualan salah seorang pedagang di pasar. Sehingga keseharian saya banyak habis di pasar. Subuh ke pasar membantu membuka jualan ibu, setelah selesai saya membuka jualan tempat saya bekerja. Siang hari setelah pulang sekolah, saya tetap mencari makanan ternak, setelah itu saya langsung ke pasar membantu ibu. Terkadang jikalau saya tidak pergi ke pasar, saya pergi ke tempat cucian mobil (door smeer) untuk mencuci mobil. Hasil dari mencuci mobil saya gunakan untuk menambah uang saku saya. Pada saat liburan SMA, saya isi dengan membantu ayah mencari kayu bakar dan sering pergi ke kebun sawit paman ku. Saya sering di minta pergi ke kebunnya untuk mencek kondisi kebun dan menemani pekerjanya mengelola kebun, baik memupuk, membersihkan dan menjual hasil kebunnya. Ketika SMA, saya sudah mulai mengerjakan Pekerjaan Rumah sendiri. Memasak nasi, mencuci baju, menyapu rumah, mencuci piring, memotong rumput, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan kakak-kakak saya sudah pergi merantau. Ada yang kuliah dan ada yang menikah. Sehingga yang tinggal di rumah hanya ayah, ibu, saya dan adik.
Setelah lulus SMA pada tahun 2011, saya berangkat ke Palembang untuk mengikuti Bimbingan Belajar karena saya punya rencana ingin melanjutkan kuliah saya di Universitas Sriwijaya berhubung karena abang saya berada di sana. Setelah beberapa minggu di sana, dan pendaftaran SNMPTN telah dibuka. Namun, pada saat itu saya belum mendaftar karena masih memilah-milah jurusan yang akan dipilih, universitas tujuan saya serta perekonomian yang cukup untuk kedua-duanya. Cek per cek, bahwa pendaftaran uang kuliah di Univ Sriwijaya yang saya inginkan cukup mahal untuk perekonomian orang tuaku, begitu juga dengan beberapa universitas lainnya di sumatera. Terlebih lagi dengan biaya perkuliahan di jawa, semuanya serba mahal. Oleh karena itu, saya langsung mencek universitas-universitas di Indonesia Timur. Dan berdasarkan hasil pengetahuan abangku bahwa Univ hasanuddin ialah universitas yang terkenal di Indonesia Timur, saya langsung mencek biaya perkuliahan di Unhas dan sepertinya sesuai dengan perekonomian keluargaku. Saya memutuskan untuk memilih Unhas sebagai pilihan kedua ku dengan asumsi pilihan jurusan yang ku pilih pasti lulus.
Pada saat itu saya sangat ingin masuk jurusan teknik kimia. Sehingga pilihan pertama saya jatuh pada teknik kimia universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Banten) dan pilihan kedua Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin (Makassar). Setelah ujian SNMPTN, saya berkeyakinan kalau saya pasti lulus di pilihan kedua yaitu Unhas. Puji Syukur, pada saat pengumuman kelulusan SNMPTN, saya lulus di UNHAS pilihan keduaku. Dan saya juga percaya bahwa Tuhan pasti punya rencana indah buat diriku  di Makassar. Saya percaya bahwa Dia bekerja dalam hidupku. Saya sangat senang, orang tuaku dan saudara-saudaraku juga sangat senang mendengarnya. Awalnya orang tuaku tidak mengetahui kalau saya lulus di UNHAS-Makassar, mereka hanya tahu kalau saya lulus SNMPTN. Namun, setelah mereka mengetahuinya ibundaku tercinta langsung tidak setuju jika saya harus mengambil kelulusan ku di UNHAS dengan alasan UNHAS terlalu jauh dan di Makassar itu orangnya keras. Selain itu juga karena tidak ada seorang pun keluarga yang dikenal di Makassar. Hal itulah yang sangat memberatkan ibu. Tetapi ayahanda mengizinkan saya dengan asumsi bahwa saya harus bisa menjaga diri di Makassar. Beberapa hari saya berusaha menyakinkan ibuku supaya saya bisa berkuliah di Unhas, hingga akhirnya ibu pun  setuju dengan syarat saya harus bisa menjaga diri di Makassar.
Setelah ibu setuju, saya pun mengurus surat-surat, berkas dan segala hal yang akan saya bawa nantinya ke Makassar. Ibu membelikan tas carier yang besar untuk tempat barang-barang yang akan saya bawa ke Makassar. Saya sempat menolaknya karena saya tidak suka membawa barang banyak-banyak dalam bepergian, saya tidak suka yang ribet. Tetapi ibu ingin aku membawanya dan menyuruh membawa pakaian ku yang cukup banyak, supaya kelak di Makassar saya tidak kekurangan pakaian. Setelah semuanya selesai, saya pun siap untuk berangkat. Saya dan keluarga makan dan berdoa bersama untuk keberangkatan saya. Setelah selesai berdoa, saya pun berangkat naik mobil jemputan travel menuju kota Pekanbaru. 2 Malam singgah di rumah kakak ku di Pekanbaru. Selanjutnya saya lanjut naik bus menuju kota Palembang karena saya akan berangkat dari rumah abangku di Palembang.
Setibanya di Palembang, abang mencari-cari teman yang ada di Makassar supaya bisa menjemput saya di bandara nantinya. Akhirnya di dapatilah salah seorang pendeta di Makassar. Beliau bersedia menjemput saya di bandara. Sembari abang mencari kenalan, saya juga mencari kenalan lewat media sosial. Dan puji Tuhan, 3 hari sebelum pesawat berangkat saya mendapat kenalan mahasiswa yang berasal dari Sumatera Utara dan kebetulan ia juga orang Batak. Singkat cerita perkenalan kami, 1 hari sebelum pesawat berangkat saya mendapat kenalan seorang mahasiswa yang pasti ini rencana Tuhan (bukan suatu kebetulan) yang berasal dari satu Provinsi ku, bahkan satu kecamatan, satu kota, satu SMA dan satu SMP dengan saya, hanya saja kami tidak pernah bertemu sebelumnya di kampung halaman. Beliau sudah lulus SMA, baru saya masuk. Makanya kami tidak pernah bertemu. Malamnya sebelum berangkat, beliau menelfon dan bersedia menjemput saya di bandara. Saya sangat senang mendengarnya karena akhirnya saya punya kenalan di Makassar. Setelah itu saya packing ulang barang yang akan saya bawa ke Makassar. Saya memutuskan untuk tidak membawa tas carier pemberian ibu saya, karena terlalu besar dan ribet menurut saya. Saya hanya membawa beberapa lembar baju dan celana di dalam satu tas ransel/depek dan satu tas kecil tempat ijazah ku.
Subuhnya jam 04.30 WIB setelah selesai berdoa, saya diantar oleh abangku ke bandara. Saya check-in dan pukul 06.00 WIB pesawat berangkat dan pada pukul 07,30 WIB pesawat tiba di Jakarta. Selanjutnya pukul 13.00 WIB pesawat meninggalkan Jakarta dan pukul 15.30 WITA, pesawat tiba di Makassar. Saya mengucap syukur pada Tuhan karena saya tiba dengan selamat. Sesampainya di bandara, temannya bapak pendeta menelfon ingin menjemput, bersamaan dengan itu mahasiswa yang berasal dari kampong ku itu menelfon juga. Saya memilih bersama mahasiswa tersebut karena dia lebih dulu tiba di bandara, sementara temannya pak pendeta baru mau berangkat ke bandara. Setelah dijemput, saya di bawa ke rumah sal seorang keluarga batak dekat bandara, sekaligus ia perkenalkan saya dengan mahasiswa-mahasiswa batak yang dari sumatera. Setelah itu kami pulang dan saya tinggal bersama abang itu di kostannya. Dia membantu saya dalam daftar ulang, meminjamkan laptopnya untuk kerja tugas dan masih banyak lagi. Singkat cerita, sampe sekarang saya dan mereka (para mahasiswa batak) masih sering bersama.
Sekarang saya berada pada tingkat semester 5. Aktivitas saya hanya sibuk belajar di ruang kuliah dan belajar organisasi. Kendati pun saya pernah mengajar di salah satu tempat bimbingan belajar di Makassar, namun saya meninggalkannya. Saat ini saya hanya ingin fokus belajar. Jika ditanya apa harapan saya dalam lima tahun ke depan, jelas saya punya rencana hidup. Rencana dan harapan saya kedepannya adalah, saya berharap bisa sarjana paling lama 3 tahun lagi (2016) dan kalau bisa tahun 2 tahun lagi (2015) dengan target IPK minimal 3,5. Setelah itu, saya memulai melamar pekerjaan dan penghasilan saya akan saya tabung untuk pernikahan dan membuka usaha perkebunan sawit. Saya berencana menikah pada tahun 2020 dan pada tahun 2021 saya sudah harus memiliki rumah sendiri. Jadi, saya punya waktu 5-6 tahun menabung setelah lulus untuk bisa menikah. Saya percaya bahwa Tuhan bisa kabulkan harapan saya karena saya yakin saat ini Tuhan sedang bekerja dalam hidupku. Amiin..:)

“ Eksploitasi Pertanian Indonesia; Korporasi Dan Birokrasi Dalam Topeng Agribisnis ”



Makalah Latihan Kepemimpinan Tingkat Menengah
SEMA FE-UH 2013
Tema Umum           : Ada Apa Dengan Panggung Korporatokrasi Dan Kesengsaraan
                                  Gerak Mahasiswa?
Subtema Makalah  : Praktek Agribisnis; Upaya Melanggengkan Kapitalisme

Judul                       : EKSPLOITASI PERTANIAN INDONESIA; KORPORASI DAN 
                                   BIROKRASI DALAM TOPENG AGRIBISNIS




BAB I. PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Negara kita tercinta Indonesia yang dikenal kaya akan sumber daya alam namun sebagian besar masyarakatnya ada di bawah garis kemiskinan. Kelebihan lain selain sumber daya alam yang melimpah negara kita dianugrahi dengan letak wilayah yang strategis dengan iklim tropis yang memungkinkan radiasi matahari diterima sepanjang tahun, suhu di Indonesia yang sangat optimal sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Hampir segala jenis tanaman yang ada di wilayah dunia lain dapat tumbuh di tanah Indonesia ini. Bahkan ada pepetah yang bilang bahwa tongkat yang ditanam di atas bumi Indonesia pun akan dapat menjadi pohon karena kesuburan tanahnya.
Dengan segala potensi sumberdaya alam yang sangat besar dan letak geografis serta iklim tropisnya itu seharusnya pada saat ini Indonesia menjadi negara yang maju dalam bidang pertanian pada khususnya. Namun faktanya kondisi pertanian kita masih rapuh, dan sangat labil dalam persaingan di tingkat global. Kenapa hal tersebut terjadi? Untuk memahami masalah-masalah ini, kita perlu mengenali apa yang disebut kapitalisme. Apa artinya kapitalisme ? kapitalisme adalah system pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh (termasuk buruh tani dan buruh perkebunan) dari alat-alat produksi. Dengan cara produksi semacam inilah, maka keuntungan (nilai lebih) tidak jatuh ke tangan buruh, melainkan jatuh ke tangan majikan (pemilik modal/kapital).
Globalisasi saat ini semakin membuka ruang untuk praktek-praktek kapitalisme. Hal ini dikarenakan tidak adanya batasan antar negara dalam hal pasar dan menjadikan negara dunia ketiga sebagai objek eksploitasi bagi negara-negara kapitalis. Bentuk standarisasi di bidang pertanian yang merupakan bagian dari globalisasi membuat pertanian Indonesia dianggap kurang berhasil. Hal ini dikarenakan adanya perbandingan (standarisasi) skala Internasional, dimana standarisasi ini sangat jauh untuk bisa dicapai oleh pertanian Indonesia karena indikator yang digunakan adalah indikator negara-negara maju. Indonesia kalah pada alat dan mesin-mesin pertanian yang unggul, produksi benih/bibit unggul dan modal. Dengan adanya standarisasi Internasional tersebut menjadi lampu hijau bagi pihak kapitalis menyusup sebagai Tuhan yang akan memenuhi standarisasi. Yang pada akhirnya penguasaan pertanian hanya dikuasai oleh pihak korporasi dan birokrasi. Perputaran uang hanya pada dua pilar tersebut dan petani hanya mendapat percikan-percikan.
Semakin kuatnya pihak kapitalis, maka semakin memonopoli pasar. Berbagai macam sarana produksi mulai dari benih, alat mesin pertanian pestisida, modal, dan kriteria pasar dimonopoli oleh korporasi dan birokrasi  melalui aturan-aturan. Ini merupakan skenario pemusnahan sumberdaya lokal. Negara-negara dunia ketiga harus tunduk pada mekanisme kapitalis, jika ingin menembus pasar Internasional. Sangat sadis, karena segalanya menjadi ketergantungan atas input luar, inilah yang disebut dengan “Total Konsumen”. Sekalipun ada penyerahan proses produksi, namun tidak lantas mendudukkan petani di negara dunia ketiga menjadi produsen, karena sifatnya hanya melakukan perintah, yang posisi tawarnya serba lemah dalam segala hal. Makalah ini akan membahas tentang posisi korporasi dan birokrasi dalam penguaasaannya di bidang pertanian dengan konsep agribisnis.
B. Rumusan Masalah
Pembahasan tentang peran pihak korporasi dan birokrasi dalam konteks agribisnis dianggap penulis sangat luas, oleh sebab itu penulis hanya akan membahas bebrapa point berikut:
  1. Bagaimana konsep agribisnis dan penerapannya?
  2. Bagaimana relasi kapitalisme dengan konsep agribisnis yang diterapkan di Indonesia?
  3. Apa solusi gerakan mahasiswa yang bisa ditawarkan?
C. Tujuan
            Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:
Ø  Sebagai pra syarat untuk mengikuti screening Latihan Kepemimpinan Tingkat Mahasiswa Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Ø  Menambah wacana terkait problematika pertanian di Indonesia.



BAB II. PEMBAHASAN

A. Konsep Agribisnis Dan Penerapannya
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya (Ismpi Bpp, 2009).
Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi sumber daya alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya
pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Selain itu, menurut Classical economists seperti Adam Smith, John Stuart Mill dan David Ricardo mengisyaratkan pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada sumberdaya alam (Yustika, 2005). Potensi pertanian Indonesia yang besar namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih banyak yang termasuk golongan miskin. Sebagaimana dikatakan presiden Susilao Bambang Yudhoyono (SBY) ketika menyampaikan sambutan pada Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Istana negara awal Desember 2005 menyebutkan bahwa 55% dari jumlah penduduk miskin adalah petani (Arifin, 2007). Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor pertanian keseluruhan (
Ismpi Bpp, 2009).

Untuk mengembangkan pertanian, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan konsep Agribisnis. Menurut Prof. Dr. Soekartawi dalam bukunya “Agribisnis: Teori dan Aplikasinya” (2010) menjelaskan bahawa pada umumnya banyak orang yang belum paham tentang konsep agribisnis. Agribisnis diartikan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal, konsep agribisnis yang sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran, dan aktivitas lain yang berkaitan dengan pertanian. Menurut Arsyad dkk (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah:
“suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Dalam arti luas maksudnya adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.”



Dengan konsep agribisnis ini lah pihak korporasi mengeksploitasi seluruh kegiatan pertanian mulai dari hulu sampai hilir. Alasan ingin meningkatkan  perekonomian khususnya pertanian Indonesia yang pada faktanya ialah menggerogoti pertanian kita. Menurut Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih (2008), sampai sekarang belum ada satu pun kasus dengan masuknya korporasi, petani menjadi sejahtera. Ia mencontohkan masuknya perusahaan agribisnis dalam perkebunan sawit. Petani kecil dan masyarakat adat terpinggirkan karena tanahnya diambil alih oleh perusahaan. Konflik tanah banyak terjadi di perkebunan sawit. Sementara itu, rakyat kesulitan membeli minyak goreng karena harganya meningkat. Perusahaan semakin senang
dengan peningkatan harga karena pendapatan meningkat, sedangkan rakyat yang kelaparan. Inilah model permainan yang dilakukan oleh para
korporasi (Daniri, 2008).
Dalam sejarah pertanian ini merupakan salah satu akibat dari pola inti plasma (nucleus-smallholder) sebagai salah satu bentuk agrobisnis melalui contract farming. Menurut Henry (2008), dengan masuknya korporasi, peningkatan produksi memang terjadi, tetapi jutaan kaum tani dirugikan. Jadi, surplus ekonomi pertanian dan pangan yang dulunya meskipun kecil dapat dinikmati oleh petani, kini setelah masuknya perusahaan ke sektor pertanian menjadi milik perusahaan. Selain itu, dampak berkuasanya pihak korporasi pada petani ialah semakin  sedikit petani kita yang memiliki kemampuan memproduksi pupuk, benih, dan juga ramuan tradisional pengendali hama. Dan jika kemudian perusahaan tidak saja masuk input produksi, bahkan melakukan sendiri kegiatan produksi pertanian (on farm), makin habislah ekonomi yang bisa dinikmati
rakyat (Daniri, 2008).
Menurut Salikin (2003), salah satu “dosa” besar pembangunan pertanian industrial adalah standarisasi yang merupakan penyeragaman yang menyesatkan. Standarisasi memang dipuji sebagai faktor krusial untuk meraih produktivitas dan efisiensi ekonomi. Standarisasi dilakukan oleh para pengusaha agribisnis untuk mendapatkan produk pertanian yang seragam sesuai dengan selera dan tuntutan pasar. Para pengusaha pertanian di dunia ini boleh dikatakan memiliki pola pikir yang seragam, yaitu bagaimana menggunakan bibit unggul yang sama, dosis pupuk dan obat-obatan yang sama, serta mesin-mesin yang sama. Tanaman dan hewan pun diatur supaya tumbuh dan berkembang secara seragam sehingga memudahkan pemanenan, pengemasan dan pengangkutan sampai ke outlet supermarket-supermarket di kota-kota besar. Akibatnya, para petani menjadi sangat ketergantungan akan input pertanian.
Pada penggunaan bibit unggul untuk mencapai standarisasi, pihak korporasi memberikan benih hibrida dengan varietas yang selalu diperbarui. Varietas ini hanya responsif bila pemakaian input (misalnya pupuk NPK, pestisida dan ketersediaan air) dalam kondisi yang sempurna, sehingga mampu berproduksi lebih tinggi dari benih varietas lokal (tradisional). Menurut Goering (1993), pihak korporasi menciptakan ketergantungan petani untuk selalu membeli benih buatan pabrik setiap musim tanam. Beginilah model kapitalis dengan topeng agribisnis menciptakan ketergantungan pada petani hingga akhirnya mereka sangat leluasa mengeksploitasi pertanian dan petani kita menjadi “total konsumen”.
Sekarang ini, jumlah dan jenis sumberdaya benih, pupuk dan alat mesin pertanian selalu meningkat serta terkonsentrasi pada industri-industri pertanian yang menguasai pangsa pasar dunia; karena adanya upaya-upaya monopoli terselubung dengan berkedok hak paten dan persaingan dagang untuk terus mengembangkan benih-benih unggul. Industri pertanian raksasa berkelas dunia (misalnya Shell, ICI, Ciba, Geigy, ITT, Unilever, Bayer, Monsanto, dan Dupont) selalu berkompetisi menghasilkan benih-benih varietas unggul untuk dipasarkan kepada petani-petani miskin di negara-negara berkembang. Ini merupakan bentuk kapitalisme ekonomi dengan memanfaatkan kecanggihan (Salikin, 2003).
B. Relasi Kapitalisme dengan Konsep Agribisnis yang Diterapkan Di Indonesia
Sepanjang sejarahnya, kapitalisme ditunjang oleh ideologi pasar bebas, yaitu kebutuhan berkelanjutan dan tuntutan tiada henti akan ekspansi modal ke seluruh kawasan (tanpa mengenal batas-batas negara) demi mencari pasar-pasar baru (Khudori, 2004). Dalam sistem ini, semua orang, baik yang lemah maupun yang kuat harus berkompetisi secara bebas dan jelas bahwa pihak yang lemah akan kalah dengan pihak yang kuat. Begitu juga dengan sistem kapitalisme yang berlaku di Indonesia saat ini, petani akan kalah dengan perusahaan-perusahaan (pihak korporasi).
Sebagaimana dikatakan Marx (1976) dalam capital, “Domba memakan manusia”. Tanpa memiliki tanah, tak memiliki sarana untuk subsistensi kecuali tenaga, para pekerja terpaksa untuk menjual tenaga mereka kepada majikan demi upah. Hingga akhirnya tenaga kerja dari suatu kelas pekerja  yang tak memiliki tanah (kaum proletar) dapat dibeli oleh kelas majikan (kaum borjuis)  yang memiliki segalanya (Jones, 2009). Begitu juga dengan globalisasi yang menjadikan masyarakat dinegara-negara berkembang sebagai budak untuk menjalankan kepentingan ekonomi mereka. Masyarakat dinegara-negara berkembang dibuat menjadi tidak inofatif dan tergantung pada para pemilik modal. Pola ketergantungan inilah yang sengaja diciptakan untuk mematikan pertumbuhan pasar domestik dengan tujuan agar produk-produk yang mereka buat laku dipasaran (Lailatusysyukriysh, 2011).
Globalisasi yang mengemuka dewasa ini merupakan hasil dari sistem dan proses pembangunan dunia internasional yang bertumpu kepada strategi “satu memantapkan semua” yang dijalankan kaum kapitalis dalam masyarakat Internasional yang demikian heterogen. Strategi itu sendiri merupakan respons terhadap tantangan cultural dan intelektual masyarakat Internasional dewasa ini dan dalam bahasa mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, James Baker, disebut “sebuah tatanan dunia kapitalis” (Anonim 1, 2012).
Dengan adanya globalisasi semakin membuka ruang gerak untuk praktek-praktek kapitalisme. Hal ini dikarenakan tidak adanya batasan antar negara dalam hal pasar dan menjadikan negara dunia ketiga sebagai objek eksploitasi bagi negara-negara kapitalis. Bentuk standarisasi di bidang pertanian yang merupakan bagian dari globalisasi membuat pertanian Indonesia dianggap kurang berhasil. Hal ini dikarenakan adanya perbandingan (standarisasi) skala Internasional, dimana standarisasi ini sangat jauh untuk bisa dicapai oleh pertanian Indonesia karena indikator yang digunakan adalah indikator negara-negara maju. Indonesia kalah pada alat dan mesin-mesin pertanian yang unggul, produksi benih/bibit unggul dan modal. Dengan adanya standarisasi internasional tersebut menjadi lampu hijau bagi pihak kapitalis menyusup sebagai Tuhan
yang akan memenuhi standarisasi. Pihak korporasi berselingkuh dengan birokrasi, sehingga dengan mudahnya pihak korporasi masuk sebagai jawaban
atas standarisasi. Negara-negara maju adalah produsen sekaligus fasilitator
bagi pemenuhan standarisasi  tersebut.
Yang pada akhirnya penguasaan pertanian hanya dikuasai oleh pihak korporasi dan birokrasi. Perputaran
uang hanya pada dua pilar tersebut dan petani hanya mendapat percikan-percikan (Lailatusysyukriysh, 2011).
Adapun beberapa standarisasi dalam sistem Agribisnis yang dimainkan oleh pihak kapitalis ialah ISO (International Standars Organizations) sebagai parameter   internasional, seperti ISO 9000 untuk standar mutu pangan dan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) untuk jaminan mutu dan keamanan pangan. HACCP mempersyaratkan dokumen yang menjamin dan menunjukkan pengendalian mutu di setiap titik, tahap atau prosedur yang dianggap kritikal dimana tingkat bahaya dapat dicegah. Tingginya standar dalam ISO dan HACCP sudah tentu akan membuat eksportir dari negara berkembang dengan tingkat teknologi yang terbatas terseok-seok untuk bersaing. Inilah suatu konsep yang dibuat oleh pihak kapitalis sehingga negara-negara dunia ketiga sangat sulit untuk menembus pasar internasional (Yustika, 2005).
Dengan sistem HACCP, negara-negara maju berhak menolak setiap bahan pangan impor yang dianggap “tidak bermutu” dan “tidak sehat” secara sepihak. Diberlakukannya sistem tersebut menjelaskan bahwa negara-negara maju tersebut berusaha menghadang serbuan produk-produk makanan import, terutama dari negara-negara dunia ketiga (Khudori, 2004).
Setelah pihak kapitalis berhasil masuk dan untuk memperkuat keberadaannya, para korporasi dan birokrasi akhirnya pun membuat kebijakan-kebijakan, perjanjian-perjanjian dan bahkan sistem yang sangat tidak berpihak pada kaum buruh. Contohnya ialah perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect on Intellectual Property Rights) yang disepakati oleh pihak Pemerintah. Perjanjian TRIPs adalah perjanjian Internasional yang merupakan bagian dari perjanjian WTO (World Transnational Organization) antara pihak korporasi dan birokrasi tentang hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan perdagangan. Berdasarkan ketentuan yang ada, sejak Januari 2000, negara-negara berkembang anggota WTO berkewajiban melakukan harmonisasi undang-undang nasionalnya agar sejalan dengan kesepakatan TRIPs. Jelas hal ini akan semakin mempermudah akses sang korporasi dalam menguasai  dunia-dunia ketiga termasuk Indonesia yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat, khusunya petani (Khudori, 2004).
Persetujuan TRIPs, Terdiri dari 73 pasal yang terbagi atas 7 bab. Ada sejumlah hak kekayaan intelektual yang terkandung didalamnya, salah satunya ialah paten (pasal 27-35). Untuk sektor pertanian, pasal 27 dari TRIPs merupakan pasal yang paling dipermasalahkan. Pada pasal ini, TRIPs mengakui pematenan sumberdaya hayati tanpa mempersoalkan tempat penemuan paten tersebut dan darimana asalnya. Bayangkan, apakah pihak korporasi tidak tergiur melihat begitu melimpahnya sumberdaya hayati kita yang sebenarnya dapat dipatenkan. Akhirnya, TRIPs memunculkan implikasi serius, yang dalam konteks pertanian, terutama terhadap keragaman hayati (Khudori, 2004).
Menurut Khudori (2004), beberapa implikasi-implikasi TRIPs terhadap keragaman hayati adalah:
a.    Monopoli kepemilikan keragaman hayati,
b.    Membuka peluang pembajakan sumberdaya hayati, yaitu pengambilan dan pemanfaatan bahan hayati, terutama sumberdaya genetik tanpa sepengetahuan dan persetujuan masyarakat setempat,
c.    Mendorong erosi keragaman hayati.
Satu penulis, yang telah menganalisis konsekuensi dari perjanjian TRIPs di negara berkembang, mendapati bahwa ketahanan pangan dinegara-negara itu sedang dirusak dalam tiga cara oleh hak pemulia tanaman dan paten pada tanaman. Pertama, dengan mendorong budidaya rentang sempit berbagai hasil tanaman yang seragam secara genetik yang dapat memberikan dampak gizi. Kedua, dengan membatasi akses gratis ke benih baru. Ketiga, dengan membatasi sirkulasi bebas sumberdaya genetik tanaman, yang penting untuk pemuliaan dan pengembangan lebih lanjut (Eide, Asbjorn, Dan Banik, dkk, 2011)
Selain itu, umumnya tidak ada perbedaan pendapat dalam hal
biaya jangka pendek dan penetapan awal atau penguatan hukum pada perlindungan paten. Disisi lain, ada ketidaksepakatan tentang apakah perlindungan paten berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Hanya jika kelompok-kelompok korporasi mendapatkan manfaat, maka kebijakan untuk mengawali atau memperkuat perlindungan paten dapat
dibenarkan (Eide, Asbjorn, Dan Banik, dkk, 2011).
Mungkin masalah utama dalam menilai dampak perlindungan paten adalah bahwa konsekuensinya tidak segera terlihat. Sebaliknya, perlindungan paten, bersama dengan bentuk legislasi lain dan pembentukan lembaga
yang tepat, dapat menghasilkan suatu kerangka yang cukup meyakinkan
pada beberapa individu atau industri yang tergantung pada penelitian, baik nasional dan internasional untuk membangun fasilitas produksi di negara
terkait (
Eide, Asbjorn, Dan Banik, dkk, 2011).
Selain perjanjian TRIPs, perjanjian tentang pertanian yang disetujui pemerintah adalah, Agreement on Agriculture  (AoA) adalah perjanjian yang mengatur perdagangan pangan secara internasional dan dalam negeri. Aturan-aturan ini memacu lajunya konsentrasi pertanian ke agribisnis dan melemahkan kemampuan negara-negara miskin untuk mencukupi kebutuhan swadaya pangan dengaan cara bertani subsistem (bahan pokok penyambung hidup). Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani, perjanjian tentang pertanian (AoA) sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan petani Indonesia (Ojudista, 2009).
Dengan menanda tangani Perjanjian Pertanian (AoA), negara-negara dunia ketiga menyadari bahwa mereka telah setuju untuk membuka pasar-pasar mereka sementara memungkinkan para Adikuasa pertanian menguatkan sistem produksi pertanian bersubsidi mereka yang menyebabkan anjloknya harga pada pasar-pasar mereka. Pada gilirannya, proses tersebut, menghancurkan pertanian berbasis petani kecil (Ojudista, 2009).

C. Kelanggengan Kapitalisme Di Indonesia
Pada masa pemerintahan Soekarno, gerakan anti kolonialisme sangatlah kuat. Hal ini berujung pada sentimen kuat terhadap segala sesuatu yang menjadi simbol negara-negara barat, seperti musik dan film. Bahkan hutang luar negeri Indonesia, yang merupakan sisa peninggalan pemerintahan kolonial Hindia Belanda berdasarkan perjanjian KMB menjadi kewajiban pemerintah RI untuk melunasinya, dengan sengaja diabaikan oleh pemerintahan Soekarno. Melalui UU no. 86 Tahun 1958, pemerintahan ini melakukan nasionalisasi seluruh perusahaan-perusahaan asing, terutama yang berpengaruh pada hajat hidup rakyat banyak. Namun seiring jatuhnya Orde Lama & digantikan oleh Orde Baru, jatuh pula semangat nasionalisasi tersebut dan digantikan dengan sistem liberalisasi yang berujung pada jebakan hutang yang tak mudah untuk dihapuskan. Liberalisasi perekonomian ini kemudian menarik korporasi-korporasi untuk melirik Indonesia sebagai lahan basah karena sumber daya alamnya yang melimpah sekaligus sumber daya manusianya yang murah (Anonim 2. 2011).
Korporasi mulai memasuki Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto melalui UU No. 1 tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing (PMA). UU itu telah membatalkan UU No. 86 tahun 1958 mengenai nasionalisasi perusahaan asing, termasuk perusahaan tambang. "Korporatokrasi" merupakan bentuk perselingkuhan paling haram yang pernah terjadi, antara Korporasi dengan Birokrasi. Korporasi membutuhkan legalitas yang hanya bisa diberikan oleh pemerintah, sementara pemerintah membutuhkan peran serta korporasi untuk mewujudkan program–program pembangunan. Korporasi juga membutuhkan alat-alat negara penegak kedaulatan dan keamanan
sebagai pelindungnya agar terhindar dari gangguan pihak-pihak yang tidak setuju dengan kegiatannya dalam mengeruk keuntungan. Dengan uangnya yang
melimpah, korporasi memiliki peluang besar untuk mengontrol
pemerintah (Anonim 2. 2011).
Melalui UU No. 25 Tahun 2007 mengenai Penanaman Modal, pemerintah RI telah benar-benar membuka jalan bagi setiap investor, baik asing maupun pribumi, untuk berlomba-lomba menumbuhkan korporasi-korporasi yang terus menyedot habis energi rakyat. Penghilangan kata "asing" dalam UU tersebut ditujukan untuk menghilangkan diskriminasi terhadap modal asing, termasuk menghilangkan seluruh batasan-batasan yang dianggap mempersulit masuknya modal asing (Anonim 2. 2011).
Tak hanya di bidang pertambangan, Indonesia juga lahan subur bagi bercokolnya korporasi-korporasi besar lainnya termasuk dalam bidang agribisnis seperti: McDonalds, Kentucky Fried Chicken (makanan cepat saji), AT&T. Kini Indonesia adalah gerai bagi korporasi-korporasi besar, dimana sumber daya alam yang melimpah adalah komoditas yang mahal di pasaran luar negeri, sementara sumber daya manusianya adalah tenaga kerja yang murah, dan sekaligus adalah pasar yang sangat konsumtif dan patuh (Anonim 2. 2011).

D. Solusi Gerakan Mahasiswa Yang Bisa Ditawarkan
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat kita jumpai banyaknya permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan. Melihat permasalahan ini yang sudah cukup kompleks yang menurut penulis butuh waktu yang cukup lama untuk menuntaskannya. Adapun pola gerakan yang saya tawarkan sebagai seorang mahasiswa adalah dengan gerakan “advokasi” dan gerakan “pengabdian pada masyarakat”. Sebagaimana kata orang bijak kejahatan yang terorganisasi akan mengalahkan kebaikan yang semrawut atau tidak diorganisasi. Karena itu, gerakan advokasi dan pengabdian pada masyarakat yang kita lakukan harus diorganisasikan.

Pada gerakan advokasi, sebagai mahasiswa kita menuntut pemerintah, agar Indonesia keluar dari organisasi-organisasi Internasional yang tidak menguntungkan Indonesia. Contohnya organisasi WTO yang menurut penulis sangat mengikat dan merugikan Indonesia. Ini terlihat jelas pada perjanjian-perjanjian yang ada di WTO, seperti perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect on Intellectual Property Rights) dan perjanjian AoA (Agreement on Agriculture).
Menurut saya perubahan itu dimulai dari titik yang terkecil, dalam hal ini yang saya maksud ialah kita mulai dari suatu desa. Dimana kita mencoba membangun suatu desa, dan ketika desa ini berhasil, desa ini bisa menjadi perbandingan untuk desa-desa lain. Jadi kita berusaha membuat desa itu mandiri dengan segala sumberdaya yang mereka miliki,
Tahapan yang dilakukan untuk membangun desa ini dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu: pertama, tahapan penanaman paradigma, kedua, tahapan aplikasi praktis, dan yang ketiga, tahapan evaluasi.
1.    Tahap Penanaman paradigma
Untuk membangun suatu desa, kita awali dengan merubah paradigma pemikiran masyarakatnya. Paradigma pemikiran masyarakat desa pada umumnya menerima sesuatu dalam bentuk inderawi, artinya apa yang mereka lihat baik menurut inderawi mereka akan berterima, sehingga mereka sangat mudah dipengaruhi. Sebagai contoh: adanya doktrin bibit unggul, masyarakat desa dengan mudah berterima akan bibit tersebut, sehingga bibit yang mereka buat sendiri mereka tinggalkan dan beralih ke bibit unggul.
Pada tahap penanaman paradigma, bisa dilakukan dengan seminar-seminar antara mahasiswa dan petani. Disini kita melakukan pendekatan terhadap petani. Dengan seminar kepada petani, kita berusaha memperkenalkan tentang kekuatan desa itu, yaitu sumberdaya alam yang ada di desa itu. Kita berusaha menjelaskan bagaimana caranya supaya petani ini tidak tergantung lagi kepada pihak-pihak perusahaan. Kita jelaskan bahwa petani bisa membuat sendiri pupuk ataupun bibit tanpa harus menggunakan pupuk dan bibit dari perusahaan.

2.    Tahap Aplikasi Praktis
Pada tahap ini, kita melakukan pelatihan-pelatihan kepada petani, seperti pelatihan cara pembuatan pupuk dan bibit. Disini kita yang turun langsung mengajari, melakukan percontohan kepada petani. Setelah itu, barulah petani yang terapkan sendiri. Pada tahap aplikasi praktis, kita harus buat pendampingan, pengawalan terhadap petani hingga mereka bisa melakukan sendiri, karena harapannya ialah petani-petani tersebut bisa memanfaatkan segala sumberdaya yang ada di desa mereka dan akhirnya mereka tidak tergantung lagi pada perusahaan-perusahaan khususnya pada input pertanian.
3.    Tahap Evaluasi
Pada tahap evaluasi, yang harus kita lakukan adalah mengevaluasi segala hal yang telah kita lakukan mulai dari tahap penanaman paradigma  sampai tahap aplikasi praktis. Kita mengevaluasi sudah sejauh mana tingkat keberhasilan petani ini terhadap segala hal yang telah kita berikan. Bilamana pada tahap evaluasi ini, kita mendapati bahwa desa yang kita bina ini berhasil, ini bisa dijadikan acuan atau percontohan untuk diterapkan di desa-desa lain.


BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa praktek agribisnis merupakan suatu konsep dari pihak korporasi dan birokrasi dalam mengeksploitasi pertanian Indonesia mulai dari hulu sampai hilir. Dengan adanya standarisasi skala Internasional, mulai dari standirisasi hulu (pupuk, bibit unggul, alat mesin pertanian) hingga standarisasi hilir pada produk (ISO dan HACCP),  pihak kapitalis semakin leluasa menguasai pertanian. Semakin kuatnya pihak kapitalis, maka semakin memonopoli pasar hingga akhirnya membuat petani menjadi serba ketergantungan.
Dengan adanya perjanjian-perjanjian yang disetujui oleh pihak pemerintah, seperti perjanjian TRIPs dan AoA dalam WTO semakin memperjelas konsep Agribisnis dalam mengeksploitasi pertanian Indonesia yang sangat jelas dampaknya merugikan petani.
Pola gerakan yang bisa ditawarkan adalah gerakan advokasi dan gerakan pengabdian pada masyarakat. Pada gerakan advokasi, mahasiswa bias menuntut pemerintah, supaya Indonesia keluar dari organisasi-organisasi Internasional yang merugikan masyarakat khususnya petani,seperti organisasi WTO. Pada gerakan pengabdian pada masyarakat, mahasiswa bisa  membangun suatu desa sehingga petani bisa memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di desa yang pada akhirnya desa tersebut tidak lagi tergantung pada perusahaan-perusahaan khususnya pada input pertanian.
B. Saran
    Dari pembahasan di atas maka saran yang dapat diberikan yaitu perlunya ada pengkajian lanjutan tentang konsep dan praktek agribisnis di Indonesia. Hal ini disarankan agar kita lebih memahami konsep dan praktek agribisnis yang terjadi di negera kita Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2012. Globalisasi. http://dkpmm.blogspot.com/2012/04/globalisasi.html. Diakses tanggal 21 Februari 2013. Makassar.
Anonim 2. 2011. Sekilas Sejarah Korporatokrasi di Indonesia http://hantammassa.blogspot.com/2011/05/sekilas-sejarah-korporatokrasi-di.html. Diakses tanggal 21 Februari 2013. Makassar.
Arifin, Bustanul. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan Dan Pertanian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Diakses tanggal 21 Februari 2013. Makassar.
Daniri, 2008. Korporasi Pertanian Jangan Sampai Kebablasan. http://www.madani-ri.com/2008/07/11/korporasi-pertanian-jangan-sampai-kebablasan/.
Eide, Asbjorn, Dan Banik, dkk. 2011. Pangan dan Hak Asasi Manusia Dalam Pembangunan. Jakarta: Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS).
Ismpi Bpp. 2009. Kondisi Pertanian Indonesia Saat Ini Berdasarkan Pandangan Mahasiswa Pertanian Indonesia.  http://paskomnas.com/id/berita/Kondisi-Pertanian-Indonesia-saat-ini-Berdasarkan-Pandangan-Mahasiswa-Pertanian-Indonesia.php. Diakses tanggal 21 Februari 2013. Makassar.
Jones, PIP. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial Dari Teori Fungsionalisme Hingga Post-Modernisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Khudori. 2004. Neoliberalisme Menumpas Petani Menyingkap Kejahatan Industri Pangan. Yogyakarta: Resist Book.
Lailatusysukriyah, 2011. Kapitalisme Dalam Sejarah Agraria Di Indonesia. Yogyakarta: UGM
Ojudista. 2009. Kaum tani Dibawah Ancaman Kapitalisme. http://saksimelawan.blogspot.com/2009/11/kaum-tani-dibawah-ancaman-kapitalisme.html. Diakses tanggal 21 Februari 2013. Makassar.

Salikin, K.A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius.
Soekartawi. 2010. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yustika, A.E. 2005. Menjinakkan Liberalisme Revitalisasi Sektor Pertanian dan Kehutanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar